Makalah Tentang Biaya Pendidikan

21/11/15



MAKALAH BIAYA PENDIDIKAN
Pengelolaan Pendidikan
KELAS 4A
NAMA ANGGOTA :
·           ASTI TRI ARTANTI
·           FIFI ANGGRAENI
·           NELI ISTANTI
·           JIAN NURIAH
·           MAS ANDAM SYARIFAH
·           SILVIA DANI
·           NIRTA SUMIATI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Suatu lembaga akan dapat berfungsi dengan memadai kalau memiliki sistem manajemen yang didukung dengan sumberdaya manusia (SDM), dana/biaya, dan sarana prasarana. Sekolah sebagai satuan pendidikan juga harus memiliki tenaga (kepalasekolah, wakil kepala sekolah, guru, tenaga administratif, laboran, pustakawan, dan teknisi sumber belajar), sarana (bukupelajaran, buku sumber, buku pelengkap, buku perpustakaan, alat peraga, alat praktik, bahan dan ATK, perabot), dan prasarana (tanah, bangunan, laboratorium, perpustakaan, lapanganolahraga), serta biaya yang mencakup biaya investasi (biaya untuk keperluan pengadaan tanah, pengadaan bangunan, alat pendidikan, termasuk buku-buku dan biaya operasional baik untuk personil maupun nonpersonil). Biaya untuk personil antara lain untuk kesejahteraan dan pengembangan profesi, sedangkan untuk biaya nonpersonil berupa pengadaan bahan dan ATK, pemeliharaan, dan kegiatan pembelajaran.
Suatu sekolah untuk memiliki tenaga kependidikan yang berkualitas dengan jumlah yang mencukupi kebutuhan memerlukan biaya rekrutmen, penempatan, penggajian, pendidikan dan latihan, sertamutasi. Dalam usaha pengadaan sarana dan prasarana untuk menunjang proses pembelajaran tentu saja diperlukan dana yang  tidak sedikit, bahkan setelah diadakan maka diperlukan dana untuk perawatan, pemeliharaan, dan pendayagunaannya. Meskipun ada tenaga, ada sarana dan prasarana, untuk memanfaatkan dan mendayagunakan secara optimal perlu biaya operasional baik untuk bahan dan ATK habis pakai, biaya pemeliharaan, maupun pengembangan personil agar menguasai kompetensi yang dipersyaratkan. Dari uraian di atas jelas bahwa untuk penyelenggaraan pendidikan di sekolah termasuk di SMP perlubiaya, perludana, paling tidak memenuhi pembiayaan untuk memberikan standar pelayanan minimal. Biaya pendidikan merupakan komponen sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Dapat dikatakan bahwa proses pendidikan tidak dapat berjalan tanpa dukungan biaya. Dalam konteks perencaaan pendidikan, pemahaman tentang anatomi dan problematik pembiayaan pendidik anamat diperlukan. Berdasarkan pemahaman ini dapat dikembangkan kebijakan pembiayaan pendidikan yang lebih tepat dan adil serta mengarah pada pencapaian tujuan pendidikan, baik tujuan yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif.
1.2 Dasar Hukum
  1. Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
  2. Peraturan pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan – 2005.
  3. Peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 48 tahun 2008 tentang pendanaan pendidikan.
1.3 Rumusan Masalah
  1. Bagaimana konsep dasar biaya dan mengapa dalam perkembangannya pendidikan memerlukan biaya?
  2. Apa sajakah komponen-komponen dalam biaya pendidikan serta faktor-faktor yang dapat mempengaruhi biaya pendidikan?
  3. Apakah yang dimaksud dengan konsep efiensi pendidikan?
  4. Ada berapa jenis biaya pendidikan serta sumber-sumber biayanya?
  5. Apa yang dimaksud dengan penganggaran serta prinsip-prinsip dan tahapan-tahapan dalam penyusunannya?
  6. Apakah fungsi anggaran pendidikan serta bentuk-bentuk anggaran tersebut?
  7. Mengapa anggaran butuh pengawasan serta tahapan-tahapan pengawasan?
1.4 Tujuan Penulisan
  1. Untuk mengetahui  pembiayaan dalam pendidikan
  2. Untuk mengetahui komponen dan sumber pembiayaan pendidikan
  3. Untuk mengetahui tentang penganggaran pendidikan
  4. Untuk mengetahui pengawasan anggaran


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Biaya
Biaya dalam pendidikan meliputi biaya langsung (direct cost) dan tidak langsung(indirect cost), biaya langsung terdiri dari biaya-biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pelaksanaan pengajaran dan kegiatan-kegiatan belajar siswa berupa pembelian alat-alat pembelajaran, sarana belajar, biaya transportasi, gaji guru, baik yang dikeluarkan oleh pemerintah, orang tua maupun siswa sendiri. Sedangkan biaya tidak langsung berupa keuntungan yang hilang (earning forgone) dalam bentuk biaya kesempatan yang hilang (opportunity cost) yang dikorbankan oleh siswa selama belajar.
Anggaran biaya pendidikan terdiri dari dua sisi yang berkaitan satu sama lain, yaitu sisi anggaran penerimaan dan anggaran pengeluaran untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Anggaran penerimaan adalah pendapatan yang diproleh setiap tahun oleh sekolah dari berbagai sumber resmi dan diterima secara teratur. Sedangkan anggaran dasar pengeluaran adalah jumlah uang yang dibelanjakan setiap tahun untuk kepentingan pelaksanaan pendidikan di sekolah.
Belanja sekolah sangat ditentukan oleh komponen-komponen yang jumlah dan proporsinya bervariasi diantara sekolah yang satu dan daerah yang lainnya. Serta dari waktu kewaktu. Berdasarkan pendekatan unsur biaya pengeluaran sekolah dapat dikategorikan ke dalam beberapa item pengeluaran, yaitu:
  1. Pengeluaran untuk pelaksanaan pelajaran
  2. Pengeluaran untuk tata usaha sekolah
  3. Pemeliharaan sarana-prasarana sekolah
  4. Kesejahteraan pegawai
  5. Administrasi
  6. Pembinaan teknis edukatif
  7. Pendataan.
Dalam konsep pembiayaan pendidikan dasar ada dua hal penting yang perlu dikaji atau dianalisis, yaitu biaya pendidikan secara keseluruhan (total cost) dan biaya satuan per siswa (unit cost). Biaya satuan ditingkat sekolah merupakan agregate biaya pendidikan tingkat sekolah, baik yang bersumber dari pemerintah, orang tua, dan masyarakat yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan pendidikan dalam satu tahun pelajaran. Biaya satuan permurid merupakan ukuran yang menggambarkan seberapa besar uang yang dialokasikan ke sekolah-sekolah secara efektif untuk kepentingan murid dalam menempuh pedidikan.
  Permasalahan Pembiayaan Pendidikan
Permasalahan pendidikan nasional tak pernah usai. Lebih khusus lagi jika menyangkut masalah pembiayaan pendidikan, siapa pun mengakui makin mahalnya biaya untuk memasuki jenjang pendidikan saat ini. Memang tidaklah salah jika dikatakan pendidikan bermutu membutuhkan biaya. Namun persoalannya, daya finansial sebagian masyarakat di negeri ini masih belum memadai akibat sumber pendapatan yang tak pasti.
Fenomena pendidikan yang menyedot biaya begitu besar dari masyarakat ini juga sempat terlihat saat pendaftaran siswa baru (PSB) beberapa waktu lalu. Orangtua siswa pun dibuat meradang mengenai biaya yang harus ditanggung dalam menyekolahkan anaknya. Memang harus diakui jika Pemerintah tak lepas tangan membiayai pendidikan. Untuk bidang pendidikan khusus siswa SD-SMP, Pemerintah telah menggulirkan program bantuan operasional sekolah (BOS) untuk BOS tetaplah terbatas. Apalagi jika bicara dana BOS khusus buku yang masih minim untuk membeli satu buku pelajaran berkualitas. Dengan masih terbatasnya dana BOS itu mungkin ada yang berdalih jika Pemerintah sekadar membantu dan meringankan beban masyarakat miskin. Jika benar demikian, maka Pemerintah bisa dikatakan tidak peka. Bukti konkret adalah angka drop out anak usia sekolah antara usia 7-12 tahun pada 2005 lalu. Hasil survei menyebutkan 185.151 siswa drop out dari sekolah. Padahal, siapa pun tahu jika program BOS mulai dirintis sejak 2005.
Dalam hal ini, kita perlu memikirkan bersama persoalan pembiayaan pendidikan. Di lihat dari konstitusi, Pemerintah bertanggung jawab mutlak membiayai anak-anak usia sekolah untuk menempuh jenjang pendidikan dasar. Dalam UUD 1945 Pasal 31 (2) ditegaskan mengenai kewajiban pemerintah membiayai pendidikan dasar setiap warga negara. Kita tentu melihat ketidaktaatan Pemerintah terhadap konstitusi. Jika mengacu pada UUD 1945 Pasal 31 (2), anak usia sekolah berhak mendapatkan pendidikan dasar tanpa biaya. Lalu muncul pertanyaan, atas dasar apa pula pihak sekolah sering kali menarik pungutan-pungutan kepada siswa dan orang tua siswa. UU No 20/2003 Pasal 34 (2) tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pun menggariskan agar Pemerintah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa pemungutan biaya.
Ditinjau lebih jauh, Pemerintah tampak tak memiliki komitmen politik terhadap pendidikan. Sebut saja misalnya ketentuan anggaran pendidikan sebesar 20 % dalam APBN. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi UU No 18/2006 tentang APBN 2007 yang mengalokasikan anggaran pendidikan 11,8 % bertentangan dengan UUD 1945 malah ditanggapi dingin Pemerintah. Tidak jauh berbeda pada 2006 lalu, dimana Pemerintah tidak merespon positif putusan MK yang memutuskan UU No 13/2005 tentang APBN 2006 dengan alokasi anggaran pendidikan 9,1 % bertentangan dengan UUD 1945.
Bagaimana pun, kita tidak bisa menutup mata terhadap mahalnya biaya menempuh jenjang pendidikan di negeri ini. Ketika disinggung tentang anggaran pendidikan sebesar 20 % dari APBN/APBD sebagaimana amanat UUD 1945 dan UU No. 20/2003 Tentang Sisdiknas, pemerintah selalu mengatakan tidak memiliki anggaran yang cukup. Ada sektor kebutuhan non-pendidikan yang semestinya juga harus diperhatikan disamping terus mengupayakan secara bertahap anggaran pendidikan menuju 20 %.
Melihat kenyataan pengelolaan anggaran negara di republik ini, tampaknya terjadi ketidakefektifan di samping mentalitas korupsi yang masih akut. Pemerintah tidak bisa tidak memang perlu memikirkan lebih serius lagi pembiayaan pendidikan di Indonesia. Anggaran negara seyogianya dikelola lebih hemat dan efektif agar benar-benar memberikan kontribusi signifikan terhadap penyelenggaraan pendidikan. 
Disadari atau tidak, apa yang tertera dalam UUD 1945 tentu menyimpan harapan besar terhadap kemajuan pendidikan nasional. Sebagaimana diketahui, Pasal 31 (2) merupakan perubahan ketiga UUD 1945 yang disahkan 10 November 2001 dan Pasal 31 (4) merupakan perubahan keempat UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 10 Agustus 2002. Rumusan UUD 1945 hasil amandemen itu secara implisit mengajak Pemerintah untuk memperhatikan pembangunan sektor pendidikan. Siapa pun tentu sepakat bahwa pembangunan sektor pendidikan tidak bisa diabaikan mengingat salah satu fungsi negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Terkait dengan pembiayaan pendidikan, kita selalu mengharapkan komitmen Pemerintah agar tidak berlepas tangan. Kesadaran terhadap pentingnya pendidikan harus dimiliki para penyelenggara negara untuk lebih memprioritaskan pembangunan manusia melalui usaha pendidikan. Hasil pendidikan yang tidak bisa dinikmati seketika mungkin memberatkan para penyelenggara negara yang bermental pragmatis alias ingin menikmati hasil dengan segera. Yang perlu diingat, pendidikan merupakan aspek fundamental meningkatkan kualitas individu-individu manusia. Melalui pendidikan, individu-individu manusia diupayakan memiliki kemampuan dan daya adaptabilitas terhadap perkembangan zaman. Bangsa yang ingin maju tentu saja tidak bisa mengabaikan pendidikan anak bangsanya. 
Biaya pendidikan memang mahal. Tidak ada satu individu yang dari dirinya sendiri mampu membiayai kebutuhan pendidikan. Karena itu harus ada manajemen publik dari negara. Sebab negaralah yang dapat menjamin bahwa setiap warga negara memperoleh pendidikan yang layak. Negaralah yang semestinya berada di garda depan menyelamatkan pendidikan anak-anak orang miskin. Tanpa bantuan negara, orang miskin tak akan dapat mengenyam pendidikan.
Namun, ketika negara sudah dibelenggu oleh empasan gelombang modal, sistem pendidikan pun bisa ditelikung dan diikat oleh lembaga privat. Serangan ini pada gilirannya semakin mereproduksi kemiskinan, melestarikan ketimpangan, mematikan demokrasi dan menghancurkan solidaritas di antara rakyat negeri!
Mengapa sekolah mahal bisa dilacak dari relasi kekuasaan antar-instansi ini, yaitu antara lembaga publik negara dan lembaga privat swasta. Ketimpangan corak relasional di antara dua kubu ini melahirkan kultur pendidikan yang abai pada rakyat miskin, menggerogoti demokrasi, dan melukai keadilan.
Sekolah kita mahal, pertama, karena dampak langsung kebijakan lembaga pendidikan di tingkat sekolah. Ketika negara abai terhadap peran serta masyarakat dalam pendidikan, pola pikir Darwinian menjadi satu-satunya cara untuk bertahan hidup. Sebab tanpa biaya, tidak akan ada pendidikan. Karena itu, membebankan biaya pada masyarakat dengan berbagai macam iuran merupakan satu-satunya cara bertahan hidup lembaga pendidikan swasta. Ketika lembaga pendidikan negeri yang dikelola oleh negara berlaku sama, semakin sempurnalah penderitaan rakyat negeri. Sekolah menjadi mimpi tak terbeli!
Kedua, kebijakan di tingkat sekolah yang membebankan biaya pendidikan pada masyarakat terjadi karena kebijakan pemerintah yang emoh rakyat. Ketika pemerintah lebih suka memuja berhala baru ala Adam Smith yang "gemar mengeruk kekayaan, melupakan semua, kecuali dirinya sendiri," setiap kewenangan yang semestinya menjadi sarana pelayanan berubah menjadi ladang penjarahan kekayaan. Pejabat pemerintah dan swasta (kalau ada kesempatan!) akan berusaha mengeruk uang sebanyak-banyaknya dari proyek anggaran pendidikan.
Ketiga, mental pejabat negara, juga swasta, terutama karena tuntutan persaingan di pasar global. Indikasi Noam Chomsky tentang keterlibatan perusahaan besar Lehman Brothers dalam menguasai sistem pendidikan rupanya juga telah menyergap kultur pendidikan kita. "Jika kita dapat memprivatisasi sistem pendidikan, kita akan menggunungkan uang." Itulah isi pesan dalam brosur mereka
Banyak perusahaan berusaha memprivatisasi lembaga pendidikan, kalau bisa membeli sistem pendidikan. Caranya adalah dengan memanfaatkan kelemahan moral para pejabat negara. Bagaimana? Dengan membuatnya tidak bekerja! Karena itu, cara paling gampang untuk memprivatisasi lembaga pendidikan adalah dengan membuat para pejabat negara membiarkan lembaga pendidikan mati tanpa subsidi, mengurangi anggaran penelitian, memandulkan persaingan, dan lain-lain. Singkatnya, agar dapat dijual, lembaga pendidikan negeri harus dibuat tidak berdaya. Kalau sudah tidak berdaya, mereka akan siap dijual. Inilah yang terjadi dalam lembaga pendidikan tinggi kita yang telah mengalami privatisasi.
Pendidikan merupakan conditio sine qua non bagi sebuah masyarakat yang solid, demokratis, dan menghormati keadilan. Karena kepentingan strategisnya ini, mengelola pendidikan dengan manajemen bisnis bisa membuat lembaga pendidikan menjadi sapi perah yang menggunungkan keuntungan. Karena itu, sistem pendidikan akan senantiasa menjadi rebutan pasar. Jika pasar melalui jaring-jaring privatnya menguasai sistem pendidikan, mereka dapat merogoh kocek orangtua melalui berbagai macam pungutan, seperti, uang gedung, iuran, pembelian formulir, seragam, buku, jasa lembaga bimbingan belajar, dan lain-lain.
Negara sebenarnya bisa berperan efektif mengurangi mahalnya biaya pendidikan jika kebijakan politik pendidikan yang berlaku memiliki semangat melindungi rakyat miskin yang sekarat di jalanan tanpa pendidikan. Jika semangat "mengeruk kekayaan, melupakan semuanya, kecuali diri sendiri" masih ada seperti sekarang, sulit bagi kita menyaksikan rakyat miskin keluar dari kebodohan dan keterpurukan. Maka yang kita tuai adalah krisis solidaritas, mandeknya demokrasi, dan terpuruknya keadilan sosial.
2.2 Pembiayaan dalam Pengembangan Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu faktor penting untuk miningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Dalam UUD 1945 pasal 31 “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.” Hal ini membuktikan adanya langkah pemerataan pendidikan bagi seluruh warga negara Indonesia. Kenyataannya, tidak semua orang dapat memperoleh pendidikan yang selayaknya, dikarenakan berbagai faktor termasuk mahalnya biaya pendidikan yang harus dikeluarkan. Kondisi inilah kemudian mendorong dimasukannya klausal tentang pendidikan dalam amandemen UUD 1945. Konstitusi mengamanatkan kewajiban pemerintah untuk mengalokasikan biaya pendidikan 20% dari APBN maupun APBD agar masyarakat dapat memperoleh pelayanan pendidikan. Ketentuan ini memberikan jaminan bahwa ada alokasi dana yang secara pasti digunakan untuk penyelenggaraan pendidikan.
Namun, dalam pelaksanaanya pemerintah belum punya kapasitas finansial yang memadai, sehingga alokasi dana tersebut dicicil dengan komitmen peningatan alokasi tiap tahunnya. Peningkatan kualitas pendidikan diharapkan dapat menghasilkan manfaat berupa peningkatan kualitas SDM. Disisi lain, prioritas alokasi pembiayaan pendidikan seyogianya diorientasikan untuk mengatasi permasalahan dalam hal aksebilitas dan daya tampung. Karena itu, dalam mengukur efektifitas pembiayaan pendidikan, terdapat sejumlah prasyarat yang perlu dipenuhi agar alokasi anggaran yang tersedia dapat terarah penggunaannya.
Menurut Adam Smith, Human Capital yang berupa kemampuan dan kecakapan yang diperoleh melalui Pendidikan, belajar sendiri, belajar sambil bekerja memerlukan biaya yang dikeluarkan oleh yang bersangkutan. Perolehan ketrampilan dan kemampuan akan menghasilkan tingkat balik Rate of Return yang sangat tinggi terhadap penghasilan seseorang. Berdasarkan pendekatan Human Kapital ada hubungan Lenier antara Investment Pendidikan dengan Higher Productivity dan Higher Earning. Manusia sebagai modal dasar yang di Infestasikan akan menghasilkan manusia terdidik yang produktif dan meningkatnya penghasilan sebagai akibat dari kualitas kerja yang ditampilkan oleh manusia terdidik tersebut,dengan demikian manusia yang memperoleh penghasilan lebih besar dia akan membayar pajak dalam jumlah yang besar dengan demikian dengan sendirinya dapat meningkatkan pendapatan negara.
Peningkatan ketrampilan yang dapat mengahasilkan tenaga kerja yang Produktivitasnya tinggi dapat dilakukan melalui Pendidikan yang dalam pembiayaannya menggunakan efesiensi Internal dan Eksternal. Dalam upaya mengembangkan suatu sistem pendidikan nasional yang berporos pada pada pemerataan, relevansi, mutu, efisiensi, dan efektivitas dikaitkan dengan tujuan dan cita-cita pendidikan kita, namun dalam kenyataannya perlu direnungkan, dikaji, dibahas, baik dari segi pemikira tioritis maupun pengamatan emperik.
Untuk dapat tercapai tujuan pendidikan yang optimal, maka salah satunya hal paling penting adalah mengelola biaya dengan baik sesuai dengan kebutuhan dana yang diperlukan. Administrasi pembiayaan minimal mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Penyaluran anggaran perlu dilakukan secara strategis dan intergratif antara stakeholder agar mewujutkan kondisi ini, perlu dibangun rasa saling percaya, baik internal pemerintah maupun antara pemerintah dengan masyarakat dan masyarakat dengan masyarakat itu sendiri dapat ditumbuhkan. Keterbukaan, partisipasi, akuntabilitas dalam penyelenggaraan pendidikan mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan menjadi kata- kata kunci untuk mewujutkan efektifitas pembiayaan pendidikan.
2.3 Komponen Biaya Pendidikan
Konsep biaya pendidikan sifatnya lebih kompleks dari keuntungan, karena komponen biaya terdiri dari lembaga jenis dan sifatnya. Biaya pendidikan bukan hanya berbentuk uang dan rupiah, tetapi juga dalam bentuk biaya kesempatan (opportunity cost). Biaya kesempatan ini sering disebut “income forgon” yaitu potensi pendapatan bagi seorang siswa selama ia mengikuti pelajaran atau mengikuti studi. Sebagai contoh, seorang lulusan SMP yang tidak diterima untuk melanjutkan pendidikan SMU, jika ia bekerja tentu memproleh penghasilan dan  jika ia melanjutkan besarnya pendapatan (upah,gaji) selama tiga tahun belajar di SMU harus diperhitungkan. Oleh karena itu, biaya pendidikan akan terdiri dari biaya langsung dan biaya tidak langsung atau biaya kesempatan.
Biaya pendidikan merupakan dasar empiris untuk memberikan gambaran karakteristik keuangan sekolah. Analisis efesiensi keuangan sekolah dalam pemanfataan sumber-sumber keuangan sekolah dan hasil (output) sekolah dapat dilakukan dengan cara menganalisa biaya satuan (unit cost) per siswa. Biaya satuan persiswa adalah biaya rata-rata persiswa yang dihitung dari total pengeluaran sekolah dibagi seluruh siswa yang ada di sekolah dalam kurun waktu tertentu. Dengan mengetahui besarnya biaya satuan persiswa menurut jenjang dan jenis pendidikan berguna untuk menilai berbagai alternatif kebijakan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
Didalam menentukan biaya satuan terdapat dua pendekatan, yaitu pendekatan makro dan mikro. Pendekatan makro mendasarkan perhitungan pada keseluruhan jumlah pengeluaran pendidikan yang diterima dari berbagai sumber dana kemudian dibagi jumlah murid. Pendekatan mikro mendasarkan perhitungan biaya berdasarkan alokasi pengeluaran perkomponen pendidikan yang digunakan oleh murid.
2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Biaya Pendidikan
Faktor-faktor yang mempengaruhi biaya dan pembiayaan pendidikan sekolah hal ini dipengaruhi oleh:
  1. Kenaikan harga (rising prices)
  2. Perubahan relatif dalam gaji guru (teacher’s sallaries)
  3. Perubahann dalam populasi dan kenaikannya prosentasi anak disekolah negeri
  4. Meningkatnya standard pendidikan (educational standards)
  5. Meningkatnya usia anak yang meninggalkan sekolah
  6. Meningkatnya tuntutan terhadap pendidikan lebih tinggi (higher education)
2.5 Sumber dana pembiayaan pendidikan yaitu :
1.   Pemerintah Pusat
Pemerintah pusat membantu keuangan sekolah melalui beberapa cara, antara lain mencakup yang berikut :
1.      Hibah (grant) dan dana bantuan biaya operasional kepada sekolah.
2.      Membayar gaji guru.
3.      Membantu sekolah untuk mengadakan proyek penggalangan dana dengan menyediakan bantuan teknis termasuk bahan dan perlengkapan, serta
4.      Ikut mendanai pembangunan dan rehabilitasi bangunan sekolah.
Pemerintah juga melakukan kontribusi tidak langsung kepada sekolah. Misalnya, melalui pelatihan kepala sekolah dan guru, menyiapkan silabus dan bahan, serta melakukan pengawasan.

2.   Pemerintah Daerah
            Di negara kita, urusan pendidikan dasar dan menengah dilimpahkan kepada pemerintah daerah. Pemerintah daerah bertanggung jawab untuk membangun sekolah, membayar gaji guru, menyediakan sarana fisik, fasilitas ruang kelas, dan peralatan kantor sekolah dengan dana yang berasal dari APBD dan APBN. Daerah yang memiliki pendapatan asli daerah yang tinggi, akan memiliki peluang lebih besar untuk membantu pemenuhan kebutuhan dana penyelenggaraan sekolah.

3.   Orang Tua Peserta didik
            Kontribusi orang tua kemungkinan merupakan keharusan karena pemerintah belum mampu mendanai seluruh kebutuhan dasar dana sekolah. Hal ini umumnya terjadi di negara-negara berkembang seperti negara kita. Namun, di negara maju yang pemerintahnya dapat membangun fasilitas pendidikan yang baik, menyediakan guru yang cakap, dan menyediakan dana untuk berbagai program sekolah. Orang tua peserta didik masih berkehendak untuk menyumbang dana atau berbagai peralatan yang diperlukan sekolah. Mereka ingin agar anak-anak mereka memasuki dunia nyata dengan bekal pendidikan terbaik yang dapat mereka peroleh. Mereka ingin anak-anak mereka memiliki keunggulan ketika memasuki dunia kerja.
Cara orang tua berkontribusi kemungkinan mencakup yang berikut:
1.   Membayar biaya pendidikan yang ditentukan secara resmi.
2.   Memberi kontribusi kepada komite sekolah.
3.   Membayar sumbangan untuk membangun fasilitas tertentu, seperti perumahan bagi guru.
4.   Orang tua kemungkinan menyumbangkan tenaga dan keterampilan tertentu dalam berbagai kegiatan seperti pekerjaan bangunan atau membantu dalam pelatihan olahraga, atau bahkan mungkin dapat menggantikan guru yang tidak hadir.
5.   Membayar guru atas tambahan pelajaran di luar jam sekolah.
6.   Membayar pembelian buku pelajaran, alat tulis, sepatu dan seragam sekolah, meja dan kursi, perpustakaan, dan dana kegiatan olahraga.
7.   Mendanai kesejahteraan anak-anak mereka, seperti uang transpor, uang makan, dan sebagainya.

            Kita perlu berasumsi bahwa semua orang tua dapat memberikan kontribusi yang sama, apakah itu sifatnya finansial atau dalam bentuk-bentuk kontribusi lainnya. Tingkat penghasilan orang tua di daerah perkotaan dan daerah pedesaan tampaknya cukup berbeda, seperti halnya juga ukuran keluarga. Diperlukan pendekatan yang sensitif oleh kepala sekolah. Kepala sekolah harus mampu mengetahui perbedaan keadaan orang tua peserta didik dan kemudian memberi kelonggaran bagi peserta didik yang orang tuanya kurang beruntung secara ekonomi. Jika di satu pihak kepala sekolah harus menetapkan target yang cukup ambisius untuk menggalang dana bagi sekolah, di lain pihak kepala sekolah juga perlu menerima keadaan bahwa tidak semua orang dapat berkontribusi dalam kadar yang sama.
            Dalam upaya mendorong orang tua berkontribusi, Anda akan perlu menargetkan upaya Anda itu pada mereka yang memiliki sarana, tetapi tidak termotivasi. Untuk melayani keluarga yang kurang mampu, Anda perlu menyiapkan dana dukungan beasiswa bagi mereka yang menunjukkan kemampuan akademik.

4.   Kelompok Masyarakat
            Kelompok-kelompok masyarakat seringkali termasuk sebagai sumber penting pendanaan sekolah. Kelompok-kelompok ini dimobilisasi untuk melaksanakan tugas dari para tokohnya (utamanya informal) di masyarakat, seperti kaum ulama. Di Indonesia, banyak sekolah (swasta) yang dibangun dan diselenggarakan oleh kelompok-kelompok masyarakat. Cara yang Anda identifikasi dalam memobilisasi dana kemungkinan mencakup yang berikut.
1.   Memobilisasi kelompok-kelompok masyarakat dalam proyek pengembangan sekolah.
2.   Melibatkan tokoh masyarakat dalam memobilisasi massa untuk berpartisipasi secara efektif dalam proyek-proyek sekolah.
3.   Mengumpulkan dana untuk sekolah-sekolah di suatu wilayah.
4.   Melibatkan kelompok-kelompok masyarakat dan mantan peserta didik dalam proyek swakarsa penggalangan dana.
5.   Memungut pajak khusus pendidikan dari warga masyarakat.
            Di dalam masyarakat kemungkinan ada orang-orang yang juga memutuskan untuk membantu satu atau beberapa sekolah dengan dana dalam jumlah cukup besar.    Adakalanya ada saja pengusaha yang ingin mendermakan sesuatu bagi satu atau lebih sekolah. Kontribusi seperti ini hendaknya disambut dengan baik dan bahkan sebaiknya didorong. Namun, pemerintah seyogianya perlu bersikap tegas terhadap yayasan yang menyelenggarakan sekolah semata-mata untuk memperoleh keuntungan finansial. Dewasa ini kecenderungan seperti itu telah semakin menggejala. Fungsi sosial pendidikan telah mulai memudar berganti dengan penekanan pada fungsi keuntungan ekonominya, khusus bagi para pengelolanya.

5.   Peserta didik
            Para peserta didik kemungkinan merupakan sumber penggalangan dana sekolah yang baik, jika mereka tahu manfaatnya bagi diri mereka sendiri dan bagi sekolah.          Berikut adalah cara-cara pelibatan peserta didik yang dapat dipertimbangkan:
1.   Pengumpulan dana melalui kegiatan seperti pertanian, memelihara ayam petelur, membuat kerajinan tangan, dan lain-lain.
2.   Kegiatan pengumpulan dana; misalnya melalui konser musik, tari, olahraga, pameran, bazar, atau turnamen.

6.   Yayasan
            Ada sekolah yang didirikan oleh lembaga keagamaan atau lembaga lain yang bukan berdasarkan ideologi tertentu yang merupakan organisasi non pemerintah. Masing-masing memiliki tujuan spesifik dalam mendirikan dan mengoperasikan sekolahnya yang juga bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang cerdas dan beradab. Yayasan ini memberikan dukungan finansial kepada sekolah dalam berbagai bentuk, seperti bangunan, peralatan, dan sumber daya manusia. Kemungkinan yayasan ini menyimpan dana di bank, yang kemudian diinvestasikan dalam bentuk saham, dan lain-lain. Hasil yang diperoleh digunakan untuk menyediakan dana pengoperasian sekolah.


2.6Konsep Efisiensi Pendidikan
Istilah efisiensi menggambarkan hubungan antara pemasukan dan pengeluaran. Suatu system yang efisien ditunjukkan oleh keluaran yang lebih untuk sumber masukan (resources input). Efisiensi pendidikan artinya memiliki kaitan antara pendayagunaan sumber-sumber pendidikan yang terbatas sehingga mencapai optimalisasi yang tinggi. Untuk mengetahui efisiensi biaya pendidikan biasanya digunakan metode analisi keefektifan biaya (cost effectiveness method) yang memperhitungkan besarnya kontribusi setiap masukan pendidikan terhadap efektivitas pencapaian tujuan pendidikan atau prestasi belajar.
Upaya efisiensi dapat dikelompokkan kedalam dua jenis, yaitu:
  1. Efisiensi Internal
Suatu sistem pendidikan dinilai memiliki efisiensi internal jika dapat menghasilkan output yang diharapkan dengan biaya minimum. Dapat pula dinyatakan bahwa dengan input yang tertentu dapat memaksimalkan output yang diharapkan. Efisiensi internal sangat bergantung pada dua factor utama, yaitu faktor institusional dan faktor manajerial.
Dalam rangka pelaksanaan efisiensi internal, perlu dilakukan penekanan biaya pendidikan melalui berbagai jenis kebijakan, antara lain:
  • Menurunkan biaya operasional
  • Memberikan biaya prioritas anggaran terhadap komponen-pomponen input yang langsung berkaitan dengan proses belajar mengajar.
  • Meningkatkan kapasitas pemakaian ruang kelas, dan fasilitas belajar lainnya
  • Meningkatkan kualitas PBM
  • Meningkatkan motivasi kerja guru
  • Memperbaiki rasio guru-murid.
  1. Efisiensi Eksternal
Istilah efisiensi eksternal sering dihubungkan dengan metode cost benefit analysis, yaitu rasio antara keuntungan financial sebagai hasil pendidikan (biasanya diukur dengan penghasilan) dengan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk pendidikan. Analisis efisiensi eksternal berguna untuk menentukan kebijakan dalam pengalokasian biaya pendidikan atau distribusi anggaran kepada seluruh sub-sub sector pendidikan.
Fattah (2006:43) merumuskan arahan-arahan dalam meningkatkan efisiensi pembiayaan pendidikan sebagai berikut :
  1. Pemerataan kesempatan memasuki sekolah (equality of acces)
  2. Pemerataan untuk bertahan disekolah (equality of survival)
  3. Pemerataan kesempatan untuk memperoleh keberhasilan dalam belajar (equality of output)
  4. Pemerataan kesempatan menikmati manfaat pendidikan dalam kehidupan masyarakat (equality of outcome).
2.7Jenis Biaya Pendidikan
Pendanaan pendidikan sebagaimana tertuang dalam PP No 48 tahun 2008 tentang Penganggaran Pendidikan dinyatakan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
Biaya pendidikan dibagi menjadi :
  1. Biaya Satuan Pendidikan, adalah biaya penyelenggaraan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan yang meliputi biaya investasi, biaya operasional, bantuan biaya pendidikan dan beasiswa.
  2. Biaya Penyelenggaraan dan/ atau Pengelolaan Pendidikan, adalah biaya penyelenggaraan dan/ atau pengelolaan pendidikan oleh pemerintah, pemprov, pemko/ pemkab, atau penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat/ Yayasan.
  3. Biaya Pribadi Peserta Didik, adalah biaya operasional yang meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bias mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.

2.8 Penganggaran
Penganggaran merupakan proses penyusunan anggaran. Anggaran merupakan rencana keuangan periodik yang disusun berdasarkan program yang telah disahkan dan merupakan rencana tertulis mengenai kegiatan suatu organisasi yang dinyatakan secara kuantitatif untuk jangka waktu tertentu. Anggaran pada dasarnya terdiri dari pemasukan dan pengeluaran. Sisi penerimaan atau perolehan biaya ditentukan oleh besarnya dana yang diterima oleh lembaga dari setiap sumber dana. Biasanya dalam pembahasan pembiayaan pendidikan, sumber-sumber biaya dibedakan dalam tiap golongan pemerintah, orangtua, masyarakat dan sumber-sumber lainnya. Sisi pengeluaran terdiri dari alokasi besarnya biaya pendidikan untuk setiap komponen yang harus dibiayai. Anggran menurut para Ahli, yaitu:
1.      Glenn A Welsch mendefenisikan anggaran sebagai berikut: “Profit planning and control may be broadly as de fined as sistematic and formalized approach for accomplishing the planning, coordinating and control responsibility of management”.
2.      Menurut Gomes (1995), anggaran merupakan dokumen yang berusaha untuk mendamaikan prioritas-prioritas program dengan sumber-sumber pendapatan yang diproyeksikan. Anggaran menggabungkan suatu pengumuman dari aktivitas organisasi atau tujuan untuk suatu jangka waktu yang ditentukan dengan informasi mengenai dana yang dibutuhkan untuk aktivitas tersebut atau untuk mencapai tujuan tersebut.
3.      Menurut Mulyadi (2001), anggaran merupakan suatu rencana kerja yang dinyatakan secara kuantitatif yang diukur dalam satuan moneter standar dan satuan ukuran yang lain yang menvakup jangka waktu satu tahun.
4.      Menurut Garrison, Norren and Brewer (2007:4), “Anggaran adalah rencana terperinci tentang perolehan dan penggunaan sumber daya keuangan dan sumber daya lainnya selama suatu periode waktu tertentu”.
5.      Menurut M. Nafarin (2004:12), Anggaran merupakan rencan tertulis mengenai kegiatan suatu organisasi yang dinyatakan secara kuantitif dan umumnya dalam satuan uang untuk jangka waktu tertentu”. Menurut Herawati dan Sunarto (2004:2),”
 Penganggaran adalah penciptaan suatu rencana kegiatan  yang dinyatakan dalam ukuran keuangan. Penganggaran menurut Menurut Supriyono (1990), penganggaran merupakan perencanaan keuangan perusahaan yang dipakai sebagai dasar pengendalian (pengawasan) keuangan perusahaan untuk periode yang akan datang.
Penyusunan anggaran merupakan langkah-langkah positif yang sangat fundamental untuk merealisasikan rencana yang telah disusun. Kegiatan ini melibatkan pimpinan tiap-tiap unit organisasi, dalam konteks pendanaan pendidikan maka melibatkan pimpinan satuan pendidikan itu sendiri yaitu kepala sekolah dan jajarannya.
Pada dasarnya, penyusunan anggaran merupakan negosiasi atau musyawarah antara pimpinan dengan bawahannya dalam menentukan besarnya alokasi biaya suatu penganggaran. Sebagai organisasi sektor public, maka penyusunan anggaran (pendanaan) pendidikan mempunyai fungsi lebih dari sekedar acuan pengalokasian dana, tetapi lebih daripada itu juga berfungsi sebagai bentuk akuntabilitas atas penggunaan dana public yang dikelolanya. Hasil akhir dari suatu musyawaran tentang rencana penganggaran tersebut merupakan suatu pernyataan tentang (rencana) pengeluaran dan pendapatan yang diharapkan dari setiap sumber dana.
2.9 Prinsip-prinsip Penyusunan Anggaran
Apabila anggaran menghendaki fungsi sebagai alat dalam perencanaan maupun pengendalian, maka anggaran harus disusun berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.      Adanya pembagian wewenang dan tanggung jawab yang jelas dalam sistem manajemen dan organisasi.
2.      Adanya sistem akuntansi yang memadai dalam melaksanakan anggaran.
3.      Adanya penelitian dan analisis untuk menilai kinerja organisasi.
4.      Adanya dukungan dari pelaksana mulai dari tingkat atas sampai yang paling bawah.
Keempat butir di atas dapat tercipta jika organisasi dan manajemennya berbentuk kategori yang sehat. Persoalan penting dalam menyusun anggaran adalah bagaimana memanfaatkan dana secara efesien, mengalokasikan secara tepat, sesuai dengan skala prioritas. Itulah sebabnya dalam prosedur penyusunan anggaran memerlukan tahapan-tahapan yang sistematik.
Penyusunan anggaran dalam skala kecil, biasanya disusun oleh staf pimpinan atau atasan dari suatu bagian. Sedangkan pada skala besar, penyusunan anggaran diserahkan kepada bagian, seksi atau komisi anggaran yang secara khusus merancang anggaran. Secara khusus, anggaran rutin pendidikan untuk penyelenggaraan sebagai contoh pada Sekolah Dasar didasarkan atas pendataan SD yang di kumpulkan, diolah, dan dianalisis yang selanjutnya disajikan sebagai bahan pertimbangan untuk pemberian dana bantuan dari pemerintah pusat.

Beberapa ketentuan umum yang harus berpedoman dalam penyusunan budget kas antara lain budget kas harus realistis, luwes dan kontinyu sebagaimana yang dikemukakan oleh Gunawan A dan Marwan Asri (1990:7) yaitu : “Di dalam penyusunan suatu anggaran  maka perlu diperhatikan beberapa syarat yakni anggaran tersebut harus realistis artinya tidak terlalu optimis dan tidak pula berlaku pesimis, luwes artinya tidak terlalu kaku, mempunyai peluang untuk disesuaikan dengan keadaan yang mungkin berubah. Sedangkan kontinyu artinya membutuhkan perhatian secara terus menerus, dan tidak merupakan usaha yang insidentil”.

2.10 Tahapan Penyusunan Anggaran
Dalam prosedur penyusunan anggaran memerlukan tahapan-tahapan yang sistematik sebagai berikut:
  1. Mengidentifikasi kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan selama periode anggaran
  2. Mengidentifikasi sumber-sumber yang dinyatakan dalam uang, jasa dan barang.
  3. Semua sumber dinyatakan dalam bentuk uang, sebab anggaran pada dasarnya merupakan pernyataan financial.
  4. Memformulasikan anggaran dalam bentuk format yang telah disetujui dan dipergunakan oleh instansi tertentu.
  5. Menyusun usulan anggaran untuk memperoleh persetujuan dari pihak yang berwenang
  6. Melakukan revisi usulan anggaran
  7. Persetujuan revisi usulan anggaran
  8. Pengesahan anggaran
Perlu diketahui bahwa dalam organisasi skala kecil, anggaran biasanya disusun oleh staf pimpinan atau atasan dari suatu bagian. Sedangkan dalam organisasi skala besar, penyusunan anggaran diserahkan kepada bagian, seksi atau komisi anggaran yang secara khusus merancang anggaran.
2.11 Fungsi Anggaran Pendidikan
Fungsi dari anggaran itu meliputi beberapa hal sebagai berikut:
  1. Merupakan kerangka operasional dalam biaya dan waktu kegiatan yang akan dilaksanakan.
  2. Alat untuk mendelegasikan wewenang dalam pelaksanaan suatu rencana.
  3. Anggaran dapat pula sebagai instrument kegiatan control dan evaluasi penampilan. Bila besarnya pengeluaran dibandingkan dengan jatah anggaran dan tingkat penggunaan dapat menjadi ukuran efektivitas atau efisiensi kegiatan yang dilaksanakan Pendanaan Pendidikan menurut PP NO. 48 Tahun 2008.
2.12 Bentuk-bentuk Desain Anggaran
a)      Anggaran Butir Per Butir (line item budget)
Anggaran- butir-butir perbutir merupakan bentuk anggaran paling simpel dan banyak digunakan. Dalam bentuk ini, setiap pengeluaran dikelompokan berdasarkan kategori-kategori, misalnya gaji, upah, honor menjadi satu kategori satu nomor atau satu butir.
b)     Anggaran Program (program budget system)
Bentuk ini dirancang untuk mengidentifikasi biaya setiap program. Pada anggaran biaya butir-perbutir dihitung berdasarkan jenis butir item yang akan dibeli, sedangkan pada anggaran program biaya dihitung berdasarkan jenis program. Misalnya, jika dalam anggaran butir-per butir disebut gaji guru (item 01), sedangkan dalam anggaran laporan disebut gaji untuk perencanaan pengajaran IPA hanyalah satu komponen.
c)      Anggaran Berdasarkan Hasil (performance budget)
Sesuai dengan namanya, bentuk anggaran ini menekankan hasil (performance) dan bukan pada keterperincian dari suatu alokasi anggaran. Anggaran bentuk ini lebih mengutamakan perhatiannya kepada penampilan, performance, hasil atau output. Setiap pengeluaran dari anggaran ini selalu harus dibandingkan dengan hasil yang akan dicapai.  Bentuk anggaran ini sering disebut anggaran berdasarkan cost-benefit, yaitu perbandingan antara apa yang akan dikeluarkan  (cost) dan manfaat apa yang dicapai (benefit).
d)     Sistem Perencanaan Penyusunan Program dan Penganggaran PPBS (planing programming budgeting system) atau SP4
PPBS merupakan kerangka kerja dalam perencanaan dengan mengorganisasikan informasi dan menganalisisnya secara sistematis.Pada dasarnya anggaran bentuk ini menekankan kepada setiap kegiatan yang telah direncanakan secra cermat. Kegiatan itu diperhitungkan dengan tujuan yang akan dicapai. Dengan kata lain, pengkajian kegiatan beserta penganggarannya berorientasi pada prinsip cost benefit atau asas manfaat. Namun demikian segi prosedurpun menjadi perhatian yang cukup ketat.
2.13 Pengawasan Anggaran
Konsep dasar pengawasan anggaran bertujuan untuk mengukur, membandingkan, menilai alokasi biaya dan tingkat penggunaannya. Dengan kata lain melalui pengawasan anggaran diharapkan dapat mengetahui sampai di mana tingkat efektifitas dan efisiensi dari penggunaan sumber-sumber dana yang tersedia. Apabila terdapat ketidaksesuaian antara rencana dengan realisasinya, maka perlu diambil tindakan perbaikan dan bila perlu diproses melalui jalur hukum.
2.14 Prosedur Pengawasan
Secara  sederhana proses pengawasan terdiri dari   tiga kegiatan pokok, yaitu   :
  1. Memantau (monitoring)
  2. Menilai
  3. Melaporkan hasil-hasil temuan, kegiatan atau monitoring dilakukan terhadap kinerja aktual (actual performance), baik dalam proses maupun hasilnya. Aktivitas yang sedang dan telah dilakukan terhadap kinerja actual (actual performance), baik dalam proses maupun hasilnya. Aktivitas yang sedang dan telah dilaksanakan diukur berdasarkan kriteria-kriteria yang telah digariskan dalam perencanaan. Apakah terdapat penyimpangan (deviasi) maka diusahakan adanya perbaikan atau korelasi yang direkomendasikan kepada pimpinan evaluasi.
2.15 Prinsip-Prinsip Pengawasan
Dalam kebijakan umum pengawasan Departemen Pendidikan da Kebudayaan (Rakernas, 1999), dinyatakan bahwa sistem pengawasan harus berprientasi pada hal-hal berikut:
1.      Sistem pengawasan fungsional yang dimulai sejak perencanaan yang menyangkut aspek penilaian kehematan, efisiensi, efektivitas yang mencakup seluruh aktivitas program di setiap bidang organisasi
2.      Hasil temuan pengawasan harus ditindaklanjuti dengan koordinasi antara pengawasan dengan aparat penegak hukum serta instansi terkait turut meyamakan persepsi mencari pemecahan bersama atas masalah yang dihadapi.
3.      Kegiatan pengawasan hendaknya lebih diarahkan pada bidang-bidang yang strategis dan memperhatikan aspek manajemen.
4.      Kegiatan pengawasan hendaknya memberi dampak terhadap penyeleksian masalah dengan konsepsional dan menyeluruh.
5.      Kegiatan pengawasan dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kompetensi teknis, sikap, dedikasi, dan integritas pribadi yang baik.
6.      Akurat, artinya informasi tentang kinerja yang diawasi memiliki ketepatan data/informasi yang sangat tinggi.
7.      Tepat waktu, artinya kata yang dihasilkan dapat digunakan sesuai dengan saat untuk melakukan perbaikan.
8.      Objektif dan komprehensif.
9.      Tidak mengakibatkan pemborosan atau in-efisiensi.
10.  Tindakan dan kegiatan pengawasan bertujuan untuk menyamakan rencana atau keputusan yang telah dibuat.
11.  Kegiatan pengawasan harus mampu mengoreksi dan menilai pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula.

Dalam proses pengawasan terdapat beberapa unsur yang perlu mendapat perhatian, yaitu:
1.      Unsur proses, yaitu usaha yang bersifat kontinu terhadap suatu tindakan yang dimiliki dari pelaksanaan suatu rencana sampel dengan hasil akhir yang diharapkan;
2.      Unsur adanya objek pengawasan yaitu sesuatu yang menjadi sasaraan pengawasan, baik penerimaan maupun pengeluaran.
3.      Ukuran atau standarisasi dari pengawasan.
4.      Teknik-teknik pengawasan.
2.16 Tahapan-tahapan Pengawasan
Menurut G. R. Terry dalam Sukama (1992, hal. 116) proses pengawasan terbagi atas 4 tahapan, yaitu:
1)      Menentukan standar atau dasar bagi pengawasan.
2)      Mengukur pelaksanaan
3)      Membandingkan pelaksanaan dengan standar dan temukanlah perbedaan jika ada.
4)      Memperbaiki penyimpangan dengan cara-cara tindakan yang tepat.

Terry (dalam Winardi, 1986:397) bahwa pengawasan terdiri daripada suatu proses yang dibentuk oleh tiga macam langkah-langkah yang bersifat universal yakni:
1.      mengukur hasil pekerjaan,
2.      membandingkan hasil pekerjaan dengan standard dan memastikan perbedaan (apabila ada perbedaan),
3.      mengoreksi penyimpangan yang tidak dikehendaki melalui tindakan perbaikan.

Maman Ukas (2004:338) menyebutkan tiga unsur pokok atau tahapan-tahapan yang selalu terdapat dalam proses pengawasan, yaitu:
1)      Ukuran-ukuran yang menyajikan bentuk-bentuk yang diminta. Standar ukuran ini bisa nyata, mungkin juga tidak nyata, umum ataupun khusus, tetapi selama seorang masih menganggap bahwa hasilnya adalah seperti yang diharapkan.
2)      Perbandingan antara hasil yang nyata dengan ukuran tadi. Evaluasi ini harus dilaporkan kepada khalayak ramai yang dapat berbuat sesuatu akan hal ini.
3)      Kegiatan mengadakan koreksi. Pengukuran-pengukuran laporan dalam suatu pengawasan tidak akan berarti tanpa adanya koreksi, jikalau dalam hal ini diketahui bahwa aktivitas umum tidak mengarah ke hasil-hasil yang diinginkan.


BAB III
   PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan yaitu pendidikan membutuhkan biaya. Pembiayaan terhadap pendidikan harus dibayar lebih mahal karena pendidikan adalah investasi. Human Capital yang berupa kemampuan dan kecakapan yang diperoleh melalui pendidikan, belajar sendiri, belajar sambil bekerja memerlukan biaya yang dikeluarkan oleh yang bersangkutan. Perolehan keterampilan dan kemampuan akan menghasilkan tingkat balik Rate of Return yang sangat tinggi terhadap penghasilan seseorang.
3.2 Saran
Pendidikan adalah tanggungjawab negara dan masyarakat, tanggungjawab kita bersama, termasuk dalam hal pembiayaan. Peran masyarakat untuk menyokong biaya pendidikan sangat penting diantaranya dengan menabung yang bermanfaat untuk membiayai pendidikan



DAFTAR PUSTAKA
Siffah Fauziah. Biaya Pendidikan. 3 Oktober 2012. Tersedia pada: https://siffahfauziah.wordpress.com/2012/05/15/makalah-biaya-pendidikan/ . Diakses pada tanggal: 12 Mei 2015 di 10.54 AM
Andi. Pembiayaan Pendidikan di Indonesia. 5 Oktober 2013. Tersedia pada: http://andimpi.blogspot.com/2013/06/pembiayaan-pendidikan-di-indonesia.html/ . Diakses pada tanggal: 12 Mei 2015 di 10.54 AM





Label:





0 comments

Posting Komentar


Kio