Makalah Pendekatan Pengembangan Kurikulum dan Model-Model Pengembangan Kurikulum

24/11/15


PENDEKATAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM

 
 DISUSUN OLEH
1. ADHIE NUGRAHA
2. FIFI ANGGRAENI
3. RIRIN SUBEKTI
 KELAS       : IIIA
MATA KULIAH KURIKULUM PEMBELAJARAN

Pendidikan Matematika
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
2014

DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................. ii
BAB I Pendahuluan......................................................................................... 1
            1.1 Latar Belakang................................................................................ 1
            1.2 Rumusan Masalah........................................................................... 2
            1.3 Tujuan............................................................................................. 2
            1.4 Kompetensi Dasar........................................................................... 2
BAB II Pembahasan......................................................................................... 3
            2.1 Pendekatan Pengembangan Kurikulum.......................................... 3
            2.2 Model-Model Pengembangan Kurikulum...................................... 7
            2.3 Lembar Kerja Kelompok................................................................ 25
BAB III Penutup.............................................................................................. 29
            3.1 Kesimpulan..................................................................................... 29
            3.2 Saran............................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 31
 

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun laporan kurikulum dan pembelajaran ini dengan tepat pada waktunya. Dalam laporan ini kami membahas mengenai Pendekatan Pengembangan Kurikulum dan Model-model Pengembangan Kurikulum.
Laporan ini dibuat dengan bantuan dari berbagai pihak yang membantu kami menyusun dan menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya Dosen mata kuliah Kurikulum dan Pembelajaran, mahasisiwa kelas III A dan semua pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan dan penyelesaikan laporan ini.
Kami menyadari bahwa laporan yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna dan masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, untuk menyempurnakan laporan yang kami buat ini.
Akhir kata semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Serang, 23 Oktober 2014

                                                                                                                                    Penulis
 
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Kurikulum adalah kata yang sudah lazim digunakan dalam dunia pendidikan. Tanpa adanya kurikulum maka tidak akan ada acuan yang digunakan dalam proses belajar mengajar. Akibatnya proses pembelajaran akan menjadi tidak terarah dan tidak terkontrol, sehingga sulit untuk mengetahui apakah tujuan diadakannya kegiatan belajar mengajar telah tercapai atau tidak. Istilah kurikulum pertama kali digunakan pada dunia olahraga zaman Yunani kuno, yang berasal dari kata curir dan curere. Pada waktu itu kurikulum diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Namun, dalam dunia pendidikan dewasa ini para ahli pendidikan memiliki penafsiaran berbeda tentang kurikulum. Kurikulum diperuntukkan bagi anak didik untuk dapat mengembangkan peserta didik sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Sebuah kurikulum meliputi perencanaan pengalaman belajar, serta perencanaan program pembelajaran demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Jadi, kurikulum tidak hanya menyangkut perencanaan materi yang akan dipelajari, tetapi juga tentang tata cara mengajarkan materi tersebut kepada para siswa. Intinya, kurikulum merupakan sebuah dokumen perencanaan yang berisi tentang tujuan yang harus dicapai, isi materi dan pengalaman belajar yang harus dilakukan siswa, strategi dan cara yang dapat dikembangkan, evaluasi sebagai tolak ukur pencapaian tujuan, serta implementasi dari dokumen yang dirancang dalam bentuk nyata.
Pengembangan kurikulum (curriculum development/curriculum planning/curriculum design) adalah perencanaan kesempatan-kesempatan belajar yang ditujukan untuk membawa siswa ke arah perubahan-perubahan yang diinginkan dan menilai perubahan-perubahan itu telah terjadi pada diri siswa. Dalam hal ini, pengembangan kurikulum adalah suatu proses siklus yang tidak pernah ada titik awal dan akhirnya. Sebab, pengembangan kurikulum ini merupakan suatu proses yang bertumpu pada unsur-unsur dalam kurikulum, yang di dalamnya meliputi tujuan metode dan material, penilaian dan balikan (feedback). Tujuan menggambarkan semua pengetahuan dan pertimbangan tujuan-tujuan pembelajaran, baik berhubungan dengan mata pelajaran maupun kurikulum secara keseluruhan.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan pendekatan pengembangan kurikulum?
2.      Apa saja pendekatan yang digunakan dalam pengembangan kurikulum?
3.      Apakah yang dimaksud model-model pengembangan kurikulum?
4.      Apa saja model yang digunakan dalam pengembangan kurikulum?

1.3  Tujuan
1.      Mengetahui pendekatan pengembangan kurikulum
2.      Memahami pendekatan pengembangan kurikulum
3.      Mengetahui model-model pengembangan kurikulum
4.      Memahami model-model pengembangan kurikulum

1.4   Kompetensi Dasar
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang pendekatan pengembangan kurikulum dan model-model pengembangan kurikulum.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pendekatan Pengembangan Kurikulum
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses tertentu (Wina Sanjaya, 2008:77). Pendekatan pengembangan kurikulum menunjuk pada titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan kurikulum menunjuk pada titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan kurikulum. Pengembangan kurikulum mempunyai makna yang cukup luas. Menurut sukmadinata, pengembangan kurikulum bisa berarti penyusunan kurikulum yang sama sekali baru (curiculum constraction), bisa juga menyempurnakan kurikulum yang sudah ada (curiculum improvement). Selanjutnya, beliau juga menjelaskan, pada satu sisi pengembangan kurikulum berarti menyusun seluruh perangkat kurikulum mulai dari dasar-dasar kurikulum, struktur dan sebaran mata pelajaran, garis-garis besar program pengjaran, sampai dengan pedoman-pedoman pelaksanaan (macro curriculum).
Dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang terkait langsung dengan dunia pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan banyak orang, seperti: politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta unsur – unsur masyarakat lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan. Selain harus memperhatikan unsur-unsur tadi, di dalam mengembangkan sebuah kurikulum juga harus menganut beberapa prinsip dan melakukan pendekatan terlebih dahulu, sehingga di dalam penerapannya sebuah kurikulum dapat mencapai sebuah tujuan seperti yang di harapkan.
Dilihat dari cakupan pengembangannya apakah curiculum construction atau curiculum improvement, ada dua pendekatan yang dapat diterapkan dalam pengembangan kurikulum. Pendekatan tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Pendekatan Top Down
            Pendekatan Top Down atau pendekatan administratif, yaitu pendekatan dengan sistem komando dari atas ke bawah. Dikatakan pendekatan Top Down, disebabkan pengembangan kurikulum muncul atas inisiatif para pejabat pendidikan atau para administrator atau dari para pemegang kebijakan (pejabat) pendidikan seperti dirjen atau kepala Kantor Wilayah. Selanjutnya dengan menggunakan semacam garis komando, pengembangan kurikulum menetes ke bawah. Oleh karena dimulai dari atas itulah, pendekatan ini juga dinamakan line staff model. Biasanya pendekatan ini banyak dipakai di negara-negara yang memiliki sistem pendidikan sentralisasi (Wina Sanjaya, 2008 78).
            Dilihat dari cakupan pengembangannya, pendekatan top down bisa dilakukan baik untuk menyusun kurikulum yang benar-benar baru (curiculum constraction) ataupun untuk penyempurnaan kurikulum yang sudah ada (curiculum improvement). Prosedur kerja atau proses pengembangan kurikulum model ini dilakukan kira-kira sebagai berikut:
a.       Langkah pertama, dimulai dengan pembentukan tim pengarah oleh pejabat pendidikan. Anggota tim biasanya terdiri dari pejabat yang ada di bawahnya, seperti para pengawas pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu, dan bisa juga ditambah dengan para tokoh dari dunia kerja. Tugas tim pengarah ini adalah merumuskan konsep dasar, garis-garis besar kebijakan, menyiapkan rumusan falsafah, dan tujuan umum pendidikan.
b.      Langkah kedua, adalah menyusun tim atau kelompok kerja untuk menjabarkan kebijakan atau rumusan-rumusan yang telah disusun oleh tim pengarah. Anggota kelompok kerja ini adalah para ahli kurikulum, para ahli disiplin ilmu dari perguruan tinggi, ditambah dengan guru-guru senior yang dianggap sudah berpengalaman. Tugas pokok tim ini adalah merumuskan tujuan-tujuan yang lebih operasional dari tujuan-tujuan umum, memilih dan menyusun sequence bahan pelajaran, memilih strategi pengajaran, dan alat atau petunjuk evaluasi, serta menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum bagi guru.
c.       Langkah ketiga, apabila kurikulum sudah selesai disusun oleh tim atau kelompok kerja, selanjutnya hasilnya diserahkan kepada tim perumus untuk dikaji dan diberi catatan-catatan atau direvisi. Bila dianggap perlu, kurikulum itu di uji cobakan dan dievaluasi kelayakannya, oleh suatu tim yang ditunjuk oleh para administrator. Hasil uji coba itu digunakan sebagai bahan penyempurnaan.
d.      Keempat, para administrator selanjutnya memerintahkan kepada setiap sekolah untuk mengimplementasikan kurikulum yang telah tersusun itu.
            Dari langkah-langkah pengembangan seperti yang telah dikemukakan di atas, maka tampak jelas bahwa inisiatif penyempurnaan atau perubahan kurikulum dimulai oleh pemegang kebijakan kurikulum, atau para pejabat yang berhubungan dengan pendidikan; sedangkan tugas guru hanya sebagai pelaksana kurikulum yang telah ditentukan oleh para pemegang kebijakan.
            Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan top down adalah pendekatan pengembangan kurikulum dimana inisiator dari pengembangan kurikulum yaitu berasal dari pusat, sedangkan daerah atau sekolah-sekolah hanya tinggal melaksanakannya saja. Pendekatan ini biasanya dilakukan oleh negara yang menganut sistem sentralisasi dalam bidang pendidikan. Pengembangan kurikulum semacam ini baik untuk pengembangan kurkulum yang sama sekali baru




2.      Pendekatan Grass Roots

Pada model grass roots, inisiatif pengembangan kurikulum dimulai dari lapangan atau dari guru-guru sebagai implementator, kemudian menyebar pada lingkungan yang lebih luas, makanya pengembangan kurikulum ini disebut juga pengembangan kurikulum dari bawah ke atas. Oleh karena sifatnya yang demikian, maka pendekatan ini lebih banyak digunakan dalam penyempurnaan kurikulum (curiculum improvemnt), walaupun dalam skala yang terbatas mungkin juga digunakan dalam pengembangan kurikulum baru (curiculum constraction) (Wina Sanjaya,2008:79)
Minimal ada dua syarat sebagai kondisi yang memungkinkan pendekatan grass root dapat berlangsung. Pertama, manakala kurikulum itu benar-benar bersifat lentur sehingga memberikan kesempatan kepada setiap guru secara lebih terbuka untuk memperbarui atau menyempurnakan kurikulum yang sedang diberakukan. Kurikulum yang bersifat kaku, yang hanya mengandung petunjuk dan persyaratan teknis sangat sulit dilakukan pengembangannya dengan pendekatan ini. Kedua, pendekatan grass roots hanya mungkin terjadi jika guru memiliki sikap professional yan tinggi disertai kemampuan yang memadai.
Ada beberapa langkah penyempurnaan kurkulum yang dapat kita lakukan manakala menggunakan pendekatan grass root ini. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Menyadari adanya masalah. Pendekatan grass roots biasanya diawali dari keresahan guru tentang kurikulum yang berlaku. Misalnya dirasakannya ketidakcocokan penggunaan strategi pembelajaran, atau kegiatan evaluasi seperti yang diharapkan, atau masalah kuangnya motivasi belajar siswa, sehingga kita merasa tertanggu dan lain sebagainya. Pemahaman dan kesadaran guru akan adanya suatu masalah merupakan kunci dalam grass roots. Tanpa adanya kesadaran masalah tidak mingkin grass roots dapat berlangsung.
b.      Mengadakan refleksi. Kalau kita merasakan adanya masalah, maka selanjutnya kita berusaha mencari penyebab muncunya masalah tersebut. Refleksi dilakukan dengan mengkaji literature yang relevan. Misalnya dengan membaca buku, jurnal hasil penelitian yang relevan dengan masalah yan kita hadapi, atau mengkaji sumber informasi lain. Misalnya melacak sumber-sumber dari internet, atau melakukan diskusi dengan teman sejawat dan mengkaji sumber dari lapangan.
c.       Mengajukan hipotesis atau jawaban sementara. Berdasarkan hasl kajian refleksi, selanjutnya uru memetakan berbagai kemungkinan munculnya masalah dan cara penanggulangannya.
d.      Menentukan hipotesis yang sangat mungkin dekat dan dapat dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan. Tidak mungkin berbagai kemungkinan bias kita laksanakan. Dalam langkah ini kita hanya memilih kemungkinan yang dapat dilakukan dan selanjutnya merncanakan apa ynag harus kita lakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Disamping itu kita juga dapat memperhitungkan berbagai kemungkinan yang akan muncul, misalnya berbagai hambatan yang akan terjadi sehingga lebih dini kita akan dapat mengatasi hambatan-hambatan tersebut.
e.       Mengimplementasikan perencanaan dan mengevaluasinya secara terus-menerus hingga terpechkan masalah yang dihadapi. Alam proses pelaksaannya, Kita dapat berkolaborasi atau meinta pendapat teman sejawat.
f.       Membuat dan menyusun laporan hasil pelaksanaan pengembangan melalui grass roots. Langkah ini sangat penting untuk dilakukan sebagai bahan publikasi dan diseminasi, sehingga memungkinkan dapat dimanfaatkan dan diterapkan oleh orang lain yang pada gilirannya hasil pengembangan dapat tersebar.
            Pada pedekatan ini guru berperan lebih dari sekedar pelaksana kurikulum, bahkan peran guru sebagai implementator perubahan dan penyempurnaan kurikulum sangat menentukan, sedangkan administrator tidak lagi berperan sebagai pengendali pengembangan, tetapi hanya sebagai motivator dan fasilitator.
            Pendekatan ini dimungkinkan pada negara dengan sistem pendidikan yang desentralisasi, sebab kebijakan pendidikan tidak ditentukan oleh pusat, tetapi ditentukan oleh daerah bahkan oleh sekolah, karena itu, untuk memperoleh kualitas lulusan sekolah, dapat terjadi persaingan antar sekolah atau antar daerah.
            Dari penjelasan di atas, dapat penulis simpulkan bahwa pendekatan grass roots adalah pendekatan pengembangankurikulum dimana inisiator pengembang yaitu guru-guru sekolah berdasarkan situasi dan kondisi yang ada di lapangan. Jenis pendekatan ini biasanya digunakan di negara-negara yang memiliki sistem pendidikan desentralisasi. Pendekatan ini baik untuk digunakan dalam pengembangan kurikulum yang sudah ada sebelumnya.

2.2  Model-model Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum tidak dapat lepas dari berbagai aspek yang mempengaruhinya, sperti cara berpikir, sistem nilai (nilai moral, keagamaan, politik, budaya, dan social), proses  pengembangan, kebutuhan peserta didik, kebutuhan masyarakat maupun arah program pendidikan. Model pengembangan kurikulum merupakan suatu alternatif prosedur dalam rangka mendesain (designing), menerapkan (implementation), dan mengevaluasi (evaluation) suatu kurikulum. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum harus dapat menggambarkan suatu proses sistem perencanaan pembelajaran yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan dan standar keberhasilan dalam pendidikan.
Dalam pengembangan kurikulum dapat diidentifikasi berdasarkan basis apa yang akan dicapai dalam kurikulum tersebut, seperti alternative yang menekankan pada kebutuhan mata pelajaran, peserta didik, penguasaan kompetensi suatu pekerjaan, kebutuhan masyarakat, atau permasalahan social. Oleh karena itu pengemangan kurikulum perlu dilakukan berlandaskan teori yang tepat agar kurukulum yang dihasilkan bisa efektive.
Dengan memahami esensi model pengembangan kurikulum dan sejumlah alternatif model pengembangan kurikulum, para pengembang kurikulum diharapkan akan bisa bekerja secara lebih sistematis, sistemik dan optimal. Sehingga harapan ideal terwujudnya suatu kurikulum yang akomodatif dengan berbagai kepentingan, teori dan praktik bisa diwujudkan.
Dalam pengembangan kurikulum ada beberapa model yang dapat digunakan. Tiap model memiliki kekhasan tertentu baik dilihat dari keluasan pengembangan kurikulumnya itu sendiri maupun dilihat dari tahapan pendekatannya maupun pengembangannya.
A.    Model Ralph Tyler
Dikutip dari http://tentangpembelajaransekolah.blogspot.com, model pengembangan kurikulum yang dikemukakan Tyler diajukan berdasarkan pada beberapa pertanyaan yang mengarah pada langkah-langkah dalam pengembangan kurikulum. Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah :
1.      Tujuan pendidikan apa yang harus dicapai oleh sekolah?
2.      Pengalaman-pengalaman apakah yang semestinya diberikan untuk mencapai tujuan pendidikan?
3.      Bagaimanakah pengalaman-pengalaman pendidikan sebaiknya diorganisasikan?
4.      Bagaimanakah menentukan bahwa tujuan telah tercapai?
Oleh karena itu, menurut Tyler ada 4 tahap yang harus dilakukan dalam pengembangan kurikulum  yang meliputi :
1.      Menentukan tujuan pendidikan.
2.      Menentukan proses pembelajaran yang harus dilakukan.
3.      Menentukan organisasi pengalaman belajar.
4.      Menentukan evaluasi pembelajaran.
Berikut ini penjelasan setiap tahapan model pengembangan kurikulum Tyler :
1.      Menentukan Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan merupakan arah atau sasaran yang harus dicapai dalam program pendidikan dan pembelajaran. Ada tiga aspek yang harus dipertimbangkan sebagai sumber dalam penentuan tjuan pendidikan menurut Tyler yaitu : a) Hakikat peserta didik. b) Kehidupan masyarakat masa kini dan c) Pandangan para ahli bidang studi. Selanjutnya disaring oleh nilai-nilai filosofis masyarakat dan nilai filosofis pendidikan serta psikologi belajar.
Ada lima faktor yang menjadi arah penentuan tujuan pendidikan, yaitu : pengembangan kemampuan berpikir, membantu memperoleh informasi, pengembangan sikap kemasyarakatan, pengembangan minat peserta didik dan pengembangan sikap social.
2.      Menentukan Proses Pembelajaran
Salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam penentuan proses pembelajaran adalah persepsi dan latar belakang kemampuan peserta didik. Artinya, pengalaman yang sudah diperoleh siswa harus menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan proses pembelajaran selanjutnya.
3.      Menentukan Proses Pengalaman Belajar
Pengalaman belajar harus mencakup tahapan-tahapan balajar dan isi atau materi pembelajaran. Pengalaman harus diorganisasikan sedemikian rupa sehingga dapat memudahkan dalam pencapaian tujuan.
4.      Menentukan Evaluasi Pembelajaran
Jenis penilaian yang digunakan harus disesuaikan dengan jenis dan sifat dari tujuan pendidikan atau pembelajaran, materi pembelajaran, dan proses pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
Jadi, Model pengembangan kurikulum oleh Ralph Tyler lebih bersifat bagaimana merancang suatu kurikulum yang sesuai dengan tujuan dan misi institusi pepnsisikan. Menurut Tyler, ada 4 hal yang fundamental dalam pengembangan kurikulum yaitu:
·            Tujuan yang hendak dicapai
·            Pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
·            Pengorganisasian pengalaman belajar
·            evaluasi
B.     Model Taba
Pendekatan kurikulum yang dilakukan oleh Taba yaitu dengan memodifikasi model dasar Tyler agar lebih representatif terhadap perkembangan kurikulum diberbagai sekolah. Dalam pendekatannya, Taba menganjurkan untuk menggunakan pertimbangan ganda terhadap isi (organisasi kurikulum yang logis) dan individu pelajar (psikologi organisasi kurikulum).
Menurut Taba (Wina Sanjaya, 2008:88), guru harus penuh aktif dalam pengembangan kurikulum. Pengembangan kurikulum yang dilakukan guru dan memposisikan guru sebagai inovator dalam pengembangan kurikulum merupakan karakteristik dalam model pengembangan Taba.Dalam pengembangannya, model ini bersifat induktif, berbeda dengan model tradisional yang deduktif. Langkah-langkahnya yaitu :
1.      Mengadakan unit-unit eksperimen bersama dengan guru-guru Dalam kegiatan ini perlu mempersiapkan (a) perencanaan berdasarkan pada teori-teori kuat, (b) eksperimen harus dilakukan di dalam kelas agar menghasilakan data empiric dan teruji. Unit eksperimen ini harus dirancang melalui tahapan, yaitu :
a.       Mendiagnosis kebutuhan.
b.      Merumuskan tujuan-tujuan khusus.
c.       Memilih isi.
d.      Mengorganisasi isi.
e.       Memilih pengalaman belajar.
f.       Mengevaluasi.
g.      Melihat sekuens dan keseimbangan .
2.      Menguji unit eksperimen
            Unit yang sudah dihasilkan pada langkah pertama diuji cobakan di kelas-kelas eksperimen pada berbagai situasi dan kondisi belajar.Pengujian dilakukan untuk mengetahui tingkat validitas dan kepraktisan sehingga dapat menghimpun data untuk penyempurnaan.
3.      Mengadakan revisi dan konsolidasi
            Perbaikan dan penyempurnaan dilakukan berdasarkan pada pada data yang dihimpun sebelumnya.Dilakukan juga konsolidasi, yaitu penarikan kesimpulan pada hal-hal yang bersifat umum dan konsistensi teori yang digunakan.Produk dari langkah ini adalah berupa teaching learning unit yang telah teruji di lapangan.
4.      Pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum (developing a framework)
            Apabila kegiatan penyempurnaan dan konsolidasi telah diperoleh sifatnya yang lebih menyeluruh atau berlaku lebih luas, hal itu harus dikaji oleh para ahli kurikulum. Ada beberapa pertanyaan yang perlu dijawab :
a.       Apakah lingkup isi telah memadai?
b.      Apakah isi telah tersusun secara logis?
c.       Apakah pembelajaran telah memberikan peluang terhadap pengembangan intelektual, keterampilan, dan sikap?
d.      Apakah konsep dasar sudah terakomodasi. 
5.      Implementasi dan desiminasi
            Penerapan dan penyebarluasan program kedaerahan dan sekolah-sekolah dan dilakukan pendataan tentang kesulitan serta permaslahan yan dihadapi guru-guru dilapangan.Oleh karena itu perlu diperhatikan tentang persiapan di lapangan yang berkaitan dengan aspek-aspek penerpan kurikulum.
            Agar kurikulum menjadi berguna pada pengalaman belajar murid, bahwa sangatlah penting mediagnosis berbagai kebutuhan anak. Hal ini merupakan langkah penting pertama dari Taba. Tentang apa yang anak didik inginkan dan perlukan untuk belajar. Langkah kedua yakni, formulasi yang jelas dan tujuan tuuan yang komprehensif untuk membentuk dasar pengembangan elemen-elemen berikutnya. Taba berpendapat bahwa hakikat tujuan akan menentukan jenis pelajaran yang perlu untuk diikuti.
            Langkah 3 dan 4 diintegrasikan dalam realitas meskipun untuk tujuan mempelajari kurikulum. Taba membedakan diantara keduanya, untuk menggunakan langkah-langkah ini pendidik perlu menformulasikan dulu tujuan-tujuan, sebagaimana halnya mengetahui secara mendalam terhadap isi kurikulum. Begitu juga dengan 5 dan 6 yang berhubungan dengan tujuan dan isi. Untuk menggunakan langkah ini secara efektif taba menganjurkan para pengembang kurikulum untuk memperoleh suatu pengertian terhadap prinsip-prinsip belajar tertentu, strategi konsep yang dipakai, dan urutan belajar. Pada langkah terakhir (7) Taba menganjurkan para   pengembang kurikulum untuk mengonsepkan dan merencanakan berbagai strategi evaluasi. Model kurikulum Tyler dan Taba dikategorikan kedalam Rational Model atau Objectives Model.
            Kelebihan dari model Taba dan model Tyler ini yakni, Rational Model yang logis strukturnya menjadikan sebagai dasar yang berguna dalam perencanaan dan pemikiran kurikulum. Model ini telah menghindari kebingungan, sebuah tugas yang susah dari perspektif kebanyakan pengembang kurikulum. Para pendidik dan para pengembang kurikulum yang bekerja dibawah model rasional (rational model) memberikan suatu jalan yang tidak berbelit-belit dan mempunyai pendekatan waktu yang efisien. Dalam mengevaluasi proses kurikulum, satu hal yang dapat diargumenkan adalah Tyler dan Taba telah mendapatkan sesuatu yang sifatnya rasional, yang menyokong pembangunan kurikulum setidaknya dari perspektif rasional.
Jadi, Model pengembangan kurikulum menurut Taba lebih menitik beratkan kepadabagaimana mengembangkan kurikulum sebagai suatu proses penyempurnaan atau perbaikan. Pengembangan kurikulum menurut Taba menggunakan pendekatan induktif. Ada lima langkah untukmengembangkan kurikulum menurut Taba yaitu:
·            menghasilkan unit-unit percobaan
·            menguji coba unit percobaan
·            merevisi hasil dari uji coba
·            mengembangkan keseluruhan kerangka kurikulum
·            mengimplementaskannya.

C.     Model Wheeler
            Dikutip dari http://ernywati.blogspot.com Menurut Wheeler, pengembangan kerikulum merupakan suatu proses yang membentuk lingkaran. Menurut Wheeler proses pengembangan kurikulum merupakan proses yang terjadi secara terus menerus dan saling berkaitan. Wheeler berpendapat bahawa proses pengembangan kurikulum terjadi dari lima fase atau tahap. Setiap tahap dalam proses ini merupakan suatu pekerjaan yang harus berlangsung secara berurut atau sistematis. Maksudnya disini adalah kita tidak mungkin dapat menjalankan atau menyelesaikan tahap kedua kalau tahap pertama belum terselesaikan atau dikerjakan. Namun demikian manakala setiap tahap sudah selesai dikerjakan, kita akan kembali lagi ke tahap awal. Demikian seterusnya sehingga proses pengembangan daripada sebuah kurikulum berlangsung secara terus menerus tanpa ada ujungnya. Wheeler berpendapat bahwa pengembangan kurikulum teridri dari 5 tahap yaitu:
1.      Mementukan tujuan umum dan tujuan khusus.
Dalam hal ini tujuan umum dapat berupa tujuan yang bersifat normative yang mengandung tujuan filisofis (aim) atau tujuan pembelajaran yang bersifat praktis (goals). Sedangkan yang menjadi tujuan khusus yaitu tujuan yang bersifat spesifik dan observable (objective) yaitu suatu tujuan pembelajaran yang mudah diukur ketercapaiannya.  Dalam pengembangan kurikulum menurut Wheeler penentuan tujuan merupakan tahap awal yang harus dilakukan. Dalam penyusunan suatu kurikulumin, merumuskan tujuan merupakan hal yang harus dikerjakan karena tujuan merupakan arah atau sasaran pendidikan. Tanpa ada tujuan maka apa yang ingin di capai akan menjadi tidak.
Alasan alasan yang mendasar mengenai pentingnya perumusan suatu tujuan adalah:
a.       Tujuan  berkaitan erat dengan  arah dan sasaran yang harus dicapai oleh dunia  pendidikan. Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, denagn demikian salah satu komponen penting yang harus ada dalam suatu perencanaan kurikulum adalah tujuan itu sendiri.
b.      Tujuan kurikulum dapat membantu pengembang kurikulum dalam mendesain suatu model kurikulum. Melalui tujuan yang jelas, maka dapat membantu para pengembang kurikulum dalam mendesain model kurikulum yang dapat digunakan bahkan akan membantu guru dalam mendesain sistem pembelajaran. Maksudnya disini adalah dengan tujuan yang jelas dapat memberikan arahan kepada guru dalam menentukan bahan atau materi yang harus dipelajari, menentukan metode dan strategi pembelajaran yang akan digunakan, menentukan alat, media, dan sumber pembelajaran, serta bagaimana cara merancang alat evaluasi untuk menentukan keberhasilan belajar siswa.
c.       Tujuan dapat digunakan sebagai control dalam menentukan batas batas serta kualitas pembelajaran. Dengan adanya tujuan kurikulum yang jelas dapat digunakan sebagai kontrol dalam menentukan batas-batas dan kualitas pembelajaran. Artinya, melalui penetapan tujuan, para pengembang kurikulum termasuk guru dapat mengontrol sampai mana siswa telah memperoleh kemampuan-kemampuan sesuai dengan tujuan dan tuntutan kurikulum yang berlaku. Lebih jauh dari itu dengan adanya tujuan akan dapat ditentukan daya serap siswa dan kualitas suatu sekolah.
2.      Menentukan pengalaman belajar yang mungkin dapat dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan dalam dalam langkah pertama.
Yang dimaksud dengan pengalaman belajar disini adalah  segala aktivitas siswa dalam berinteraksi dengan lingkungan. Menentukan pengalaman belajar merupakan hal yang penting untuk materi - materi yang sesuai dalam proses pembelajaran.
3.      Menentukan isi dan materi pelajaran sesuai dengan pengalaman belajar
Tahap ketiga dalam pengembangan kurikulum menurut Wheeler adalah penentuan isi dan materi pelajaran. Penentuan isi dan materi pelajaran ini di dasarkan atas pengalaman belajar yang di alami oleh peserta didik, pengalaman belajar yang dialami oleh peserta didik dijadikan suatu acuan dalam penyusunan materi ajar.langkah langkah pengorganisasian merupakan hal yang sangat penting karena dengan pengorganisasian yang jelas akan memberikan arah bagi pelaksanaan proses pembelajaran sehingga menjadi pengalaman belajar bagi pelaksanaan proses pembelajaran sehingga menjadi pengalaman belajar yang nyata bagi siswa.
4.      Mengorganisasi atau menyatukan pengalaman belajar dengan isi atau materi pelajaran.
Setelah materi ajar disusun maka dilakukan penyatuan antara pengalaman belajar dengan materi ajar yang telah disusun, hal ini bertujuan agar terjadi hubungan atau kesinambungan antara pengalaman belajar dengan materi ajar. Sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan dengan naik sehingga hasil yang diperoleh pun dapat maksimal.
5.      Melakukan evaluasi setiap fase pengembangan dan pencapaian tujuan.
Disini setelah proses pembelajaran selesai akan dilaksanakan suatu proses evaluasi. Dalam proses pengembangan kurikulum ini tahap evaluasi merupakan tahap yang sangat penting, hal itu karena proses penilaian atau evaluasi dapat memberikan informasi tentang ketercapaian daripada tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan evaluasi ini maka akan dapat diketahui apakah kurikulum yang diterapkan itu berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh sekolah tersebut. Secara rinci dapat dikatakan bahwa evaluasi bertujuan untuk menggumpulkan, menganalisis dan menyajikan data untuk bahan penentuan keputusan mengenai kurikulum apakan kurikulum itu masih bisa berlaku atau harus di perbaharui atau digamti lagihal itu terjadi karena  evaluasi suatu  kurikulum dapat memberikan  informasi mengenai kesesuaian, efektifitas dan efisiensi  kurikulum terhadap tujuan yang ingin dicapai dan penggunaan sumber daya,yang mana informasi ini akan sangat berguna sebagai bahan pembuat keputusan  apakah kurikulum tersebut masih dijalankan tetapi perlu revisi atau kurikulum tersebut harus diganti dengan kurikulum yang baru. Evaluasi kurikulum juga penting dilakukan dalam rangka  penyesuaian dengan perkembangan ilmu pengetahuan, kemajuan teknologi dan kebutuhan pasar yang berubah.
Berdasarkan dari langkah- langkah pengembangan kurikulum yang dikemukakan oleh Wheeler terlihat bahwa pengembangan kurikulum itu berbentuk sebuah siklus (lingkaran) yang mana pada setiap tahapan dalam siklus tersebut membentuk suatu sistem yang terdiri dari komponen- komponen pengembangan yang saling berhubungan satu sama lain. Kontribusi Wheeler dalam pengembangan kurikulum adalah penekanannya terhadap hakikat melingkar yang memberikan indikasi bahwa langkah-langkah di dalamnya bersifat berkelanjutan memiliki makna responsive terhadap perubahan-perubahan pendidikan yang ada. Hal ini juga menekankan pada saling ketergantungan antara satu elemen dengan elemen kurikulum lain.
Jadi, Menurut Wheeler, proses pengembangan kurikulum berbentuk siklus yang terjadi terus menerus. Setiap tahapannya berlangsung secara sistematis atau berurut. Wheeler berpendapat bahwa dalam pengembangan kurikulum terdapat lima tahapan, yaitu:
·            Tujuan umum dan khusus
·            Menentukan pengalaman belajar
·            Menentukan isi/materi
·            Mengorganisasikan pengalaman dan bahan belajar
·            Evaluasi
D.    Model Audery dan Howard Nicholls
Dikutip dari http://sitimalikah.blogspot.com Audery dan Howard Nicholls mendefinisikan kembali metode Tyler, Taba, dan Wheeler dengan menekankan pada kurikulum proses yang bersiklus atau berbentuk lingkaran dengan langkah awalnya adalah analisis situasi. Mereka menitikberatkan pada pengembangan kurikulum yang rasional, khususnya kebutuhan untuk kurikulum baru yang muncul dari adanya perubahan situasi. Fase analisis situasi ini merupakan sesuatu yang memaksa para pengembang kurikulum untuk lebih responsif terhadap lingkungan dan terutama dengan kebutuhan anak didik.
Adapun langkah-langkah tersebut adalah:
1.      Situational analisys (analisis situasi)
2.      Selection of objectives (seleksi tujuan)
3.      Selection and organization of content (seleksi dan organisasi isi)
4.      Selection and organization of method (seleksi dan organisasi metode)
5.      Evaluation (evaluasi)
Model pengembangan Wheeler dan Nicholls termasuk ke dalam model pengembangan kurikulum cycle models. Sama dengan rational models, maka cycle models ini juga memiliki beberapa kelebihan dan juga kelemahan. Adapun kelebihan dari cycle models adalah:
1.      Memiliki struktur logis kurikulum yang dikembangkannya
2.      Dengan menerapkan situational analysis sebagai titik permulaan dapat memberikan dasar data sehingga tujuan-tujuan yang lebih efektif mungkin akan dikembangkan.
3.      Melihat berbagai elemen kurikulum sebagai asal yang terus menerus, sehingga dapat menanggulangi situasi-situasi baru dan mempunyai konsekuensi untuk bereaksi terhadap perubahan situasi.
Sedangkan kelemahan dari cycle models adalah karena model ini memiliki beberapa kesamaan dengan rational model  maka kelemahan yang dimiliki oleh model ini pun hampir sama dengan yang telah diuraikan sebelumnya. Tetapi kelemahan yang lebih menonjol adalah membutuhkan banyak waktu untuk menganalisis situasi belajar. Melihat kondisi juga bahwa kebanyakan pendidik lebih suka mengandalkan intuisi daripada menggunakan basis data yang sistematis dan sesuai dengan situasi.
Jadi, Model pengembangan kurikulum menurut Audery dan Howard Nicholls terdiri atas elemen-elemen kurikulum yang membentuk siklus. Perbedaanya dari Wheeler yaitu model ini digunakan apabila ingin menyusun kurikulum baru. Ada lima langkah dalam pengembangn kurikulum, yaitu:
·            Analisis situasi
·            Menentukan tujuan khusus
·            Menentukan dan mengorganisasi isi pelajaran
·            Menentukan dan mengorganisasi metode
·            Evaluasi
E.     Model Malcolm Skilbeck
Dikutip dari http://sitimalikah.blogspot.com Malcolm Skilbeck mengembangkan suatu interaksi alternatif atau model dinamis bagi proses kurikulum, yang disebut dengan model dynamic in nature. Model ini menetapkan bahwa pengembang kurikulum harus mendahulukan suatu elemen kurikulum dan memulainya dengan suatu urutan dari urutan yang telah ditentukan oleh model rasional.
Jika dilihat bahwa susunan model ini secara logis termasuk kategori rational by nature. Skillbeck sebagaimana yang dikutip oleh Abdullah idi mengingatkan bahwa pengembang kurikulum perlu mendahulukan rencana mereka dengan memulainya dari salah satu langkah dari langkah yang ada dan meneruskannya dalam bentuk berurutan. Pengembang kurikulum juga harus mampu mengatasi segala perbedaan dalam langkah-langkah tersebut secara bersamaan.
Model pengembangan kurikulum yang dikembangkan oleh Walker dan Skilback merupakan model pengembangan kurikulum Interaction Model atau Dynamic Model. Adapun kelebihan dari model pengembangan kurikulum ini adalah:
1.      Memiliki prosedur yang lebih realistis dan fleksibel untuk pengembangan kurikulum, khususnya dari sudut pandang guru atau pendidik yang tentunya memiliki tugas yang banyak.
2.      Pengembang lebih bebas dan menjadi lebih kreatif dengan tidak dituliskannya tujuan-tujuan yang bersifat perilaku.
Sedangkan kelemahan dari model pengembangan ini adalah:
1.      Dalam pelaksanaannya akan cukup membingungkan karena pendekatannya yang tidak sistematis sehingga akan memunculkan hasil yang kurang memuaskan.
2.      Kurangnya penekanan dalam menempatkan pembangunan dan penggunaan objectives serta petunjuk-petunjuk yang diberikan.
3.      Dengan tidak mengikuti susunan yang logis dalam pengembangan kurikulum, para pengembang hanya membuang-buang waktu sehingga kurang efektif dan efisien.
Jadi, Model pengembangan kurikulum menurut Skilbeck adalah model pengembangan kurikulum padalevel sekolah. Model ini diperuntukkan bagi setiap guru yang ingin mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan sekolah. Menurut Skilbeck langkah-langkah pengembangan kurikulum adalah sebagai berikut:
·            Menganalisis situasi
·            Memformulasikan tujuan
·            Menyusun program
·            Interpretasi dan implementasi
·            Monitoring, feedback, penilaian dan rekonstruksi
F.      Model Beauchamp
Dikutip dari http://vidicintailmu.blogspot.com Model pengembangan  kurikukum ini, dikembangkan oleh Beauchamp seorang ahli kurikulum Beauchamp. Mengemukakan lima hal di dalam pengembangan suatu kurikulum.
Pertama, menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan dicakup oleh kurikulum tersebut, apakah suatu sekolah, kecamatan, kabupaten atau seluruh negara. Pentahapan arena ini ditentukan oleh wewenang yang dimiliki oleh pengambil kebijaksanaan dalanm pengembangan kurikulum, serta oleh tujuan pengembangan kurikulum. Walaupun daerah yang menjadi wewenang kepala kanwil pendidikan dan kebudayaan mencakup suatu wilayah propinsi, tetapi arena pengembangan kurikulum hanya mencakup suatu daerah kabuapten saja sebagai pilot proyek.
Kedua, menetapkan personalia, yaitu siapa-siapa yang turut serta terlibat dalam pengembangan kurikulum. Ada empat kategori orang yang turut berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum yaitu:
1.      Para ahli pendidikan/kurikulum yang ada pada pusat pengembangan kurikulum dan para ahli bidang ilmu dari luar,
2.      Para ahli pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah dan guru-guru terpilih, 
3.      Para profesional dalam sistem pendidikan.
4.      Profesioanal lain dan tokoh-tokoh masyarakat.
Beauchamp mencoba melibatkan para ahli dan tokoh-tokoh pendidikan seluas mungkin, yang biasanya pengaruh mereka kurang langsung terhadap pengembangan kurikulum, dibanding dengan tokoh lain seperti; para penulis dan penerbit buku, para pejabat pemerintah, politikus, dan pengusaha serta industriwan. Penetapan personalia ini sudah tentu disesuaikan dengan tingkat dan luas wilayah dan arena. Untuk tingkat propinsi atau nasional tidak terlalu banyak melibatkan guru-guru. Sebaliknya untuk tingkat kabupaten, kecamatan atau sekolah keterlibatan guru semakin besar.
Mengenai keterlibatan kelompok-kelompok personalia ini, Beauchamp mengemukakan tiga pertanyaan:
1.      Haruskah kelompok ahli/pejabat/profesi tersebut dilibatkan dalam pengembangan kurikulum?
2.      Bila iya, apakah peranan mereka?
3.      Apakah mungkin ditemukan alat dan cara yang paling efektif untuk melaksanakan peran tersebut?.
Ketiga, organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum. Langkah ini harus berkenaan dengan prosedur yang harus ditempuh dalam merumuskan tujuan umum dan tujuan yang lebih khusus, memilih isi dan pengalaman belajar serta kegiatan evaluasi dalam menentukan keseluruhan desain kurikulum.
Keempat, implementasi kurikulum. Langkah ini merupakan langkah mengimplementasikan atau melaksanakan kurikulum yang bukan sesuatu yang sederhana, sebab membutuhkan kesiapan yang menyeluruh, baik kesiapan guru-guru, siswa, fasilitas, bahan maupun biaya, disamping kesiapan manajerial dari pimpinan sekolah atau administrator setempat.
Lebih jauh lagi mengemukakan lima langkah di dalam pengembangan suatu kurikulum, yaitu :
1.      Menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan dicakup kurikulum, apakah suatu sekolah, kecamatan, kabupaten propinsi atau bahkan seluruh negara. Penetapan wilayah ditentukan oleh pihak yang memiliki wewenang pengambil kebijaksanaan dalam pengembangan kurikulum, serta oleh tujuan pengembangan kurikulum.
2.      Menetapkan personalia yang akan turut serta terlibat dalam pengembangan kurikulum. Ada empat kategori orang yang dapat dilibatkan yaitu : Model Pengembangan Kurikulum
3.      Para ahli pendidikan/kurikulum yang ada pada pusat pengembangan kuruikulum/pendidikan dan para ahli bidang ilmu dari luar;
4.      Para ahli pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah dan guru-guru terpilih;
5.      Para profesional dalam sistem pendidikan; dan
6.      Profesional lain dan tokoh masyarakat.
Organisasi dan prosedur pengembangan yaitu berkenaan dengan prosedur yang harus ditempuh dalam merumuskan tujuan umum dan tujuan yang lebih khusus, memilih isi dan pengalaman belajar, serta kegiatan evaluasi dan dalam menentukan desain kurikulum. Beauchamp membagi keseluruhan kegiatan ini dalam lima langkah, yaitu :
1.      membentuk tim pengembang kurikulum;
2.      mengadakan evaluasi atau penelitian terhadap kurikulum yang berlaku;
3.      studi penjajagan kemungkinan penyusunan kurikulum baru;
4.      merumuskan kriteria-kriteria bagi penentuan kurikulum baru; dan
5.      penyusunan dan penulisan kurikulum baru.
Implementasi kurikulum merupakan langkah mengimplementasikan atau melaksanakan kurikulum yang sesungguhnya bukanlah hal sederhana, sebab membutuhkan kesiapan menyeluruh, baik guru, peserta didik, fasilitas, bahan maupun biaya, disamping kesiapan manajerial dan pimpinan sekolah atau administrator setempat. Evaluasi kurikulum, pada langkah ini minimal mencakup empat hal yaitu:
1.      evaluasi tentang pelaksanaan kurikulum oleh guru;
2.      evaluasi desain;
3.      evaluasi hasil belajar peserta didik; dan
4.      evaluasi dari keseluruhan sistem kurikulum.
Jadi, Model pengambangan kurikulum Beauchamp terdiri dari lima langkah, yaitu :
·            Menetapkan wilayah untuk perubahan kurikulum
·            Menetapkan orang yang terlibat dalam pengembangan kurikulum
·            Menentukan prosedur pengembangan
·            Implementasi kurikulum
·            Evaluasi
 
G. Peter F. Oliva
Dikutip dari http://ernywati.blogspot.com Model perkembangan kurikulurn menurut Oliva sebagaimana yang dikutip oleh Retci Angralia terdiri dari tiga kriteria, yaitu : simple, komprehensif dan sistematis. Walaupun model ini mewakili komponen-­komponen paling penting, namun model ini dapat diperluas menjadi model yang menyediakan detil tambahan dan menunjukkan beberapa proses yang diasumsikan oleh model yang lebih sederhana. Model ini mempunyai 6 komponen yaitu:
1.      Statement of philosophy (rumusan filosofis)
2.      Statement of goals (rumusan tujuan umum)
3.      Statement of objectives (rumusan tujuan khusus)
4.      Design of plan (desain perencanaan)
5.      Implementation (implementasi)
6.      evaluation (evaluasi)
Secara lebih rinci sebagaimana yang dituliskan oleh Moh. Ikhsan R. bahwa pengembangan kurikulum Olivia terdiri dari 12 Komponen yaitu:
1.      Perumusan filosofis, sasaran, misi serta visi lembaga pendidikan yang kesemuanya bersumber dari analisis kebutuhan siswa dan kebutuhan masyarakat,
2.      Analisis kebutuhan masyarakat dimana sekolah itu berada, kebutuhan siswa dan urgensi dari disiplin ilmu yang harus diberikan oleh sekolah,
3.      Tujuan Umum
4.      Tujuan Khusus
5.      Mengorganisasikan rancangan dan mengimplementasikan kurikulum,
6.      Menjabarkan kurikulum dalam bentuk perumusan tujuan umum pembelajaran
7.      Menjabarkan kurikulum dalam bentuk perumusan tujuan khusus pembelajaran
8.      Menetapkan strategi pembelajaran untuk mencapai tujuan,
Model tersebut digambarkan dalam bentuk segi empat dan lingkaran. Segi empat menggambarkan tentang proses perencanaan sedangkan lingkaran menggambarkan proses operasional. Proses dimulai dengan komponen I, karena pada fase ini para pengembang kurikulum menentukan tujuan dari pendidikan serta landasan filosofi dan psikologi. Tujuan ini diyakini berasal dari kebutuhan masyarakat dan kebutuhan hidup individu di masyarakat. Komponen ini menggabungkan konsep yang sama dengan Tyler.
Komponen II membutuhkan sebuah analisis kebutuhan masyarakat dimana suatu sekolah berada,kebutuhan siswa dilayani oleh masyarakat. Komponen III dan IV disebut sebagai tujuan khusus kurikulum berdasarkan tujuan, keyakinan. Tugas dari komponen V adalah untuk mengorganisir dan mengimplementasikan kurikulum, membentuk dan membangun struktur dengan kurikulum yang akan diorganisir.
Pada komponen VI dan VII melukiskan perincian lebih lanjut dalam pelaksanaan lewat pengajaran yang mencakup tujuan instruksional umum dan khusus. Komponen VIII menunjukkuan strategi agar tujuan tercapai dikelas. Sekaligus dalam fase ini pembina kurikulum secara pendahuluan mencari teknik evaluasi(komponen IX) yang dilanjutkan dengan komponen X dimana pembelajaran dilaksanakan. KomponenXI adalah evaluasi sesungguhnya mengenai prestasi siswa, keefektifan pengajaran.
Komponen XII merupakan evaluasi kurikulum atau keseluruhan program.hal terpenting adalah umpan balik dari setiap evaluasi untuk pengembangan lebih lanjut. Jadi inti dari semua komponen adalah komponen I sampai IV dan VI sampai IX adalah tahap perencanaan, sementara X-XII adalah tahap operasional. Komponen V merupakan perpaduan antara perencanaan dan operasional. Model Oliva dapat dipandang terdiri dari dua submodel:komponen I-V dan XII sebagai submodel pengembangan kurikulum.Komponen VI-XI sebagai model pengembangan pengajaran. Secara terperinci model tersebut mengikuti langkah-langkah berikut:
1.    Spesifikasi kebutuhan siswa umumnya
2.      Spesifikasi kebutuhan masyarakat
3.      Pernyataan filsafat dan tujuan pendidikan
4.      Spesifikasi kebutuahn siswa tertentu
5.      Spesifikasi kebutuhan masyarakat lingkungan sekolah
6.      Spesifikasi kebutuhan mata pelajaran
7.      Spesifikasi tujuan kurikulum sekolah
8.      Spesifikasi tujuan kurikulum sekolah lebih lanjut(lebih khusus)
9.      Organisasi dan implementasi kurikulum
10.  Spesifikasi tujuan instruksional umum
11.  Spesifikasi lebih lanjut dan khusus tujuan instruksional
12.  Seleksi strategi instruksional
13.  Seleksi awal strategi evaluasi
14.  Implementasi pengajaran/instruksional
15.  Seleksi akhir strategi evaluasi
16.  Evaluasi pengajaran dan modifikasi komponen-komponennya
17.  Evaluasi kurikulum dan modifikasi komponen-komponen kurikulum
Model dapat digunakan  dalam berbagai cara:
1.      Model mengusulkan sebuah proses untuk pengembangan secara menyeluruh dari kurikulum sekolah.
2.      Sebuah Sekolah/Fakultas boleh memfokuskan pada komponen dari model (komponen 1-5 dan 12) untuk memutuskan program.
3.      Sekolah/Fakultas boleh memusatkan pada komponen pembelajaran(komponen 6-11).
Saran dari 12 langkah perkembangan kurikulum  diatas yaitu: langkah 1 – 5 dan merupakan submodel dari sebuah kurikulum, langkah 6 – 11 sub model pembelajaran.17
Jadi, Model pengembangan kurikulum menurut Peter F. Oliva harus bersifat simple, komprehensif dan sistematis. Model pengembangan kurikulum oleh Oliva dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
·            Menentukan rumusan filsafat
·            Membuar rumusan tujuan umum
·            Membuat rumusan tujuan khusus
·            Membuat desain perencanaan
·            Mengimplementasikan kurikulum
·            Evaluasi

2.3  Lembar Kerja Kelompok
2.3.1        Soal bagian 1
Dalam proses diskusi kelompok, setiap kelompok diminta untuk menjelaskan  model-model pengembangan kurikulum menurut:
a.       Ralph Tyler
b.      Taba
c.       Wheeler
d.      Audery dan Howard Nicholls
e.       Malcolm Skilbeck
f.       Beauchamp
g.      Peter F. Oliva
Soal bagian 2
Selain itu, semua mahasiswa mendiskusikan tentang pendekatan apa yang digunakan dalam pengembangan kurikulum di Indonesia. 


2.3.2        Jawaban hasil diskusi kelompok
a.       Kelompok 5 (Neli Istanti)
Model pengembangan kurikulum oleh Ralph Tyler lebih bersifat bagaimana merancang suatu kurikulum yang sesuai dengan tujuan dan misi institusi pepnsisikan. Menurut Tyler, ada 4 hal yang fundamental dalam pengembangan kurikulum yaitu:
·            Tujuan yang hendak dicapai
·            Pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
·            Pengorganisasian pengalaman belajar
·            evaluasi
b.      Kelompok 10 (M. Khoirurrohim)
Model pengembangan kurikulum menurut Taba lebih menitik beratkan kepadabagaimana mengembangkan kurikulum sebagai suatu proses penyempurnaan atau perbaikan. Pengembangan kurikulum menurut Taba menggunakan pendekatan induktif. Ada lima langkah untukmengembangkan kurikulum menurut Taba yaitu:
·            menghasilkan unit-unit percobaan
·            menguji coba unit percobaan
·            merevisi hasil dari uji coba
·            mengembangkan keseluruhan kerangka kurikulum
·            mengimplementaskannya.
c.       Kelompok 1 (Suhanengsih)
Menurut Wheeler, proses pengembangan kurikulum berbentuk siklus yang terjadi terus menerus. Setiap tahapannya berlangsung secara sistematis atau berurut. Wheeler berpendapat bahwa dalam pengembangan kurikulum terdapat lima tahapan, yaitu:
·            Tujuan umum dan khusus
·            Menentukan pengalaman belajar
·            Menentukan isi/materi
·            Mengorganisasikan pengalaman dan bahan belajar
·            Evaluasi
d.      Kelompok 6 (Anggy Desmita Pratiwi)
Model pengembangan kurikulum menurut Audery dan Howard Nicholls terdiri atas elemen-elemen kurikulum yang membentuk siklus. Perbedaanya dari Wheeler yaitu model ini digunakan apabila ingin menyusun kurikulum baru. Ada lima langkah dalam pengembangn kurikulum, yaitu:
·            Analisis situasi
·            Menentukan tujuan khusus
·            Menentukan dan mengorganisasi isi pelajaran
·            Menentukan dan mengorganisasi metode
·            Evaluasi
e.       Kelompok 8 (Siti Haryati)
Model pengembangan kurikulum menurut Skilbeck adalah model pengembangan kurikulum padalevel sekolah. Model ini diperuntukkan bagi setiap guru yang ingin mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan sekolah. Menurut Skilbeck langkah-langkah pengembangan kurikulum adalah sebagai berikut:
·            Menganalisis situasi
·            Memformulasikan tujuan
·            Menyusun program
·            Interpretasi dan implementasi
·            Monitoring, feedback, penilaian dan rekonstruksi
f.       Kelompok 12(Mas Andam Syarifah)
Model pengambangan kurikulum Beauchamp terdiri dari lima langkah, yaitu :
·            Menetapkan wilayah untuk perubahan kurikulum
·            Menetapkan orang yang terlibat dalam pengembangan kurikulum
·            Menentukan prosedur pengembangan
·            Implementasi kurikulum
·            Evaluasi
g.      Kelompok 2 (Dinar Nirmalasari)
Model pengembangan kurikulum menurut Peter F. Oliva harus bersifat simple, komprehensif dan sistematis. Model pengembangan kurikulum oleh Oliva dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
·            Menentukan rumusan filsafat
·            Membuar rumusan tujuan umum
·            Membuat rumusan tujuan khusus
·            Membuat desain perencanaan
·            Mengimplementasikan kurikulum
·            Evaluasi

Dalam diskusi kelompok bagian kedua diperoleh hasil yaitu pendekatan yang digunakan dalam pengembangan kurikulum di Indonesia adalah gabungan dari pendekatan Top Down dan pendekatan Grass Roots, hal ini dikarenakan oleh beberapa hal, yaitu :
·         Indonesia memiliki sistem pendidikan desentralisasi
·         Tiap-tiap daerah di Indonesia memiliki otonomi
·         Kompetensi inti dari kurikulum di Indonesia sudah ditentukan oleh pusat, namun setiap sekolah boleh mengembangkan sendiri cara untuk mencapai kompetensi inti tersebut.

 
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
            Dari pemaparan materi di atas dapai disimpulkan bahwa pendekatan pengembangan kurikulum menunjuk pada titik tolak atau sudut pandang secara unum tentang proses pengembangan kurikulum. Dilihat dari cakupannya, pendekatan pengembangan kurikulum dibagi menjadi dua, yaitu pendekatan top down dan pendekatan grass roots . pendekatan top down dapat terjadi apabila inisiator pengembang kurikulum berasal dari pemegang kebijakan, sedangkan pendekatan grass roots terjadi jika inisiator pengembang kurikulum adalah guru.
Pelaksanaan pengembangan kurikulum di Indonesia menggunakan pendekatan campuran karena beberapa hal, yatu :
·         Indonesia memiliki sistem pendidikan desentralisasi
·         Tiap-tiap daerah di Indonesia memiliki otonomi
·         Kompetensi inti dari kurikulum di Indonesia sudah ditentukan oleh pusat, namun setiap sekolah boleh mengembangkan sendiri cara untuk mencapai kompetensi inti tersebut.
Selanjutnya, model pengembangan kurikulum pada dasarnya berkaitan dengan rancangan yang dapat digunakan untuk menerjemahkan sesuatu kedalam realitas, yang sifatnya lebih praktis. Dalam pengembangan kurikulum, terdapat beberapa model yang dapat digunakan. Setiap model memiliki kekhasannya masing-masing.
3.2.   Saran
Agar tulisan ini dapat lebih bermanfaat, penulis mengajak kepada seluruh pembaca untuk bersama-sama dalam menyempurnakan laporan ini dengan kritik maupun saran yang membangun agar pada masa yang akan datang makalah ini dapat dijadikan referensi untuk kemajuan pendidikan kearah yang lebih baik lagi.


DAFTAR PUSTAKA
Sanjaya, Wina. “Kurikulum dan Pembelajaran”. Bandung : Kencana, 2008.
Nana Syaodih Sukamdinata “Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek”. Bandung: Remaja Rosda karya, 2006.
Musthofa, M. Zaeni. “Pendekatan Pengembangan Kurikulum”. 12 Oktober 2014. http://willzen.blogspot.com/2012/01/pendekatan-pengembangan-kurikulum.html.
http://tentangpembelajaransekolah.blogspot.com/2012/10/model-model-pengembangan-kurikulum.html.
Cahyani, Julistin. “Pendekatan dan Model Pengembangan”. 13 Oktober 2014. http://azthynjcs.blogspot.com/2013/01/pendekatan-dan-model-pengembangan.html.
Permana, Aziz. “Pendekatan dan Model Pengembangan Kurikulum”. 14 Oktober 2014. http://eostudent.blogspot.com/2013/12/pendekatan-dan-model-pengembangan.html.
Anggoro, Ronggo Tunjung. “Model-Model pengembangan Kurikulum”. 14 Oktober 2014. http://imadiklus.com/model-model-pengembangan-kurikulum/ .



Label:





0 comments

Posting Komentar


Kio